6 Agustus 2024
JAKARTA – Pemerintah tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan migas milik negara Tiongkok, Sinopec, untuk membangun proyek peningkatan perolehan minyak (Enhanced Oil Recovery/EOR) di sejumlah ladang minyak yang menipis di negara tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan bahwa Indonesia ingin menjalin kemitraan melalui anak perusahaan perusahaan minyak dan gas milik negara, PT.Pertamina, yaitu PT.Pertamina EP.
“Untuk kerja sama penerapan teknologi, kami bekerja sama dengan China. Sudah ada respons dari Sinopec untuk lima lapangan milik PT. Pertagas EP,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat. “Sekarang tinggal menunggu tindak lanjut.”
Ia mengatakan lapangan-lapangan tersebut berada di Sumatera dan Kalimantan, yaitu Rantau, Tanjung, Pamusian, dan Jirak. Lapangan lainnya adalah lapangan Zulu di Kota Bandung, Jawa Barat.
Pemulihan minyak merupakan metode alternatif untuk meningkatkan produksi minyak selain kegiatan eksplorasi, karena melibatkan penyuntikan bahan kimia ke dalam sumur minyak untuk mendorong minyak yang tersisa dari reservoir yang menipis. EOR hanyalah salah satu dari banyak metode alternatif untuk pemulihan minyak.
Baca juga: Perusahaan China mulai pelajari potensi migas di Indonesia timur
Arifin mengatakan bahwa China telah mengembangkan teknologi EOR untuk meningkatkan produksi minyak, dan menambahkan bahwa teknologi ini dapat membantu meningkatkan laju ekstraksi minyak dari ladang minyak yang menipis hingga 50 persen. Laju tertinggi di Indonesia saat ini adalah 30 persen.
Pemerintah bermaksud meningkatkan produksi dari ladang-ladang minyak yang sudah ada dengan menerapkan EOR sebagai bagian dari strategi jangka pendek untuk mendongkrak produksi minyak hingga mencapai 1 juta barel minyak per hari (bopd) pada tahun 2030. Saat ini, produksi minyak dalam negeri mencapai sekitar 600.000 bopd.
Pemerintah juga tengah menjajaki prospek kemitraan dengan China National Petroleum Corporation (CNPC) dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), yang keduanya telah menyatakan minatnya dalam proyek studi bersama untuk menemukan blok minyak dan gas baru serta proyek EOR.
“Kami tawarkan hal-hal seperti ini, Barat (perusahaan Barat) tidak tertarik (untuk) mengeruk (minyak dan gas),” kata Arifin secara terpisah pada 10 Juni, seperti dikutip CNBC Indonesia. “Sementara China, karena sangat bergantung pada minyak, berusaha sekuat tenaga untuk menghabiskan (sumur) minyaknya hingga tetes terakhir.”
Baca juga: Indonesia targetkan 15 proyek migas mulai beroperasi pada 2024
Kementerian meminta PT.Pertamina (Persero) untuk segera memanfaatkan peluang dan mengevaluasi kemungkinan kerja sama dengan perusahaan Tiongkok, mengingat banyaknya lapangan minyak yang sudah menipis dan berpotensi untuk direaktivasi.
Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan tahun lalu bahwa sisa cadangan minyak yang tersisa di reservoir minyak dan gas lama diperkirakan sekitar 40 miliar barel.
Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengatakan pada 31 Oktober tahun lalu bahwa dewan memiliki beberapa strategi untuk mengurangi impor minyak mentah, yang terutama bergantung pada peningkatan produksi hulu, termasuk melalui pemulihan sekunder menggunakan banjir air dan EOR pada sumur minyak, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Kementerian juga mengincar enam ladang minyak dan gas yang diharapkan mulai beroperasi pada tahun 2028, dengan satu di antaranya paling cepat tahun ini, meliputi Forel milik Medco E&P Natuna, Ande Ande Lumut milik PT Bumi Pratiwi Hulu Energi, Singa Laut Kuda Laut milik Harbour Energy, dan Hidayah milik Petronas.