Studi menunjukkan bahwa feminisme dikaitkan dengan meningkatnya dukungan terhadap budaya hubungan seks bebas di kalangan perempuan
Ikuti PsyPost di Google News

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di Arsip Perilaku Seksual Identitas dan keyakinan feminis membentuk sikap terhadap budaya hubungan seks bebas, terutama di kalangan wanita muda.

Budaya hookup, yang dicirikan oleh hubungan seksual yang kasual dan tidak emosional, telah memengaruhi perilaku seksual orang dewasa yang baru muncul secara signifikan. Fenomena ini sangat lazim di negara-negara industri. Definisi hookup dapat sangat bervariasi, mulai dari berciuman hingga hubungan seksual, tetapi tema umumnya adalah kurangnya hubungan yang berkomitmen.

Feminisme, yang mengadvokasi kesetaraan gender dan pembebasan dari penindasan seksual, berpotensi berimplikasi pada sikap terhadap budaya hubungan seks bebas. Dalam karya ini, Rachel M. Martino dan rekan-rekannya meneliti hubungan antara feminisme, gender, dan dukungan terhadap budaya hubungan seks bebas di kalangan orang dewasa yang baru muncul.

Pesertanya adalah 318 orang dewasa muda berusia 18-25 tahun yang direkrut secara daring dari lima negara berbahasa Inggris, termasuk Amerika Serikat, Inggris Raya, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Peserta menyelesaikan beberapa pengukuran, termasuk Skala Kepercayaan dan Perilaku Feminis dan Indeks Dukungan Budaya Kencan (EHCI). Mereka dikategorikan berdasarkan respons mereka terhadap pertanyaan tentang identitas dan kepercayaan feminis.

Identitas feminis dinilai dengan menanyakan kepada peserta apakah mereka menganggap diri mereka feminis, sementara keyakinan feminis diukur menggunakan tiga item yang mencerminkan prinsip inti feminis: kesetaraan gender dalam perlakuan, kesetaraan upah, dan penilaian sosial atas pekerjaan perempuan yang tidak dibayar. Peserta dikatakan memiliki keyakinan feminis jika mereka setuju dengan ketiga item tersebut.

EHCI mencakup item yang mengukur dukungan peserta terhadap budaya hubungan seks bebas, yang mencakup aspek-aspek seperti kesenangan yang dirasakan, tidak berbahaya, dan kebebasan seksual yang terkait dengan hubungan seksual bebas komitmen. Peserta juga memberikan informasi demografis, termasuk identitas gender, status hubungan, dan orientasi seksual.

Para peneliti mengamati interaksi signifikan antara identitas feminis, keyakinan feminis, dan gender pada dukungan budaya kencan. Wanita yang mengidentifikasi diri sebagai feminis atau memiliki keyakinan feminis melaporkan dukungan yang lebih tinggi terhadap budaya kencan dibandingkan dengan wanita non-feminis dengan keyakinan non-feminis. Namun, tidak ada dimensi feminisme yang memprediksi dukungan budaya kencan pada pria. Kesenjangan gender dalam dukungan budaya kencan dihilangkan saat membandingkan wanita dan pria yang mengidentifikasi diri sebagai feminis, yang menunjukkan bahwa identitas feminis dapat memengaruhi sikap wanita terhadap kencan lebih dari pria.

Di antara wanita, mereka yang mendukung identitas atau keyakinan feminis (atau keduanya) memiliki dukungan budaya hubungan seks yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang menolak identitas dan keyakinan feminis. Hal ini menunjukkan bahwa identitas dan keyakinan feminis secara bersama-sama berkontribusi pada sikap wanita terhadap budaya hubungan seks. Bagi pria, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam dukungan budaya hubungan seks berdasarkan identitas atau keyakinan feminis, yang menunjukkan bahwa dampak feminisme pada pembebasan seksual lebih relevan bagi wanita.

Sampel penelitian ini dibatasi pada negara-negara berbahasa Inggris, sehingga membatasi generalisasi temuan ke konteks budaya lain.

Penelitian ini, “Peran Feminisme dan Gender dalam Dukungan Budaya Kencan di Kalangan Dewasa Muda”, ditulis oleh Rachel M. Martino, Savannah R. Roberts, Anne J. Maheux, Claire D. Stout, dan Sophia Choukas-Bradley.

Sumber