Analisis: Sekutu Jokowi kini memimpin partai Golkar Indonesia. Bagaimana ini dapat menguntungkan presiden yang akan lengser?

JABATAN KETUA ADALAH “POSISI STRATEGIS”

Analis politik Ujang Komarudin dari Universitas Al Azhar Indonesia mengatakan kepada CNA bahwa pengangkatan Bahlil sebagai ketua Golkar pasti mendapat restu dari Bapak Widodo.

“Ketua Umum Golkar itu harus punya posisi strategis, (Pak) Bahlil memenuhi syarat itu, karena beliau sekarang kepanjangan tangan Jokowi,” kata Ujang, sapaan akrab Widodo.

Ia menambahkan: “Dalam konteks ini, siapa pun presidennya, Golkar akan selalu berada di bawah arahan presiden. Jadi nanti kalau Prabowo jadi presiden, Ketua Umum Golkar juga harus dekat dengan beliau.”

Sementara itu, Analis Politik Aditya Perdana menilai, pengunduran diri mengejutkan mantan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto kemungkinan besar atas desakan “dua orang yang kuat” – yaitu Bapak Widodo dan Bapak Prabowo – agar Golkar dapat membantu mereka di masa mendatang.

“Makanya mereka butuh sosok yang tegas di Golkar, figur yang bisa mendukung mereka dalam lima tahun ke depan, terutama Pak Prabowo,” ujar Aditya, dosen politik di Universitas Indonesia, kepada CNA.

Bapak Airlangga mengundurkan diri dari jabatan partai pada tanggal 10 Agustus, dalam sebuah langkah yang sebelumnya dikatakan para analis akan menguntungkan Bapak Widodo.

Tak lama setelah Bapak Airlangga mengundurkan diri, Golkar mengumumkan akan menggelar rapat nasional untuk menunjuk ketua baru. Rapat tersebut awalnya dijadwalkan berlangsung pada bulan Desember, tetapi malah digelar pada tanggal 20 dan 21 Agustus.

Ketua Umum PAN Agus Gumiwang Kartasasmita membantah kongres yang berlangsung selama dua hari itu sekadar formalitas penunjukan Bahlil sebagai ketua umum baru.

“Ini bukan sekadar formalitas. Ini agenda konstitusional yang harus dijalankan oleh partai. Partai butuh pemimpin yang tegas untuk mempersiapkan agenda politik ke depan, khususnya pilkada,” kata Agus kepada IDN Times.

Sementara itu, pengamat politik Dr Cecep Hidayat dari Universitas Indonesia mengatakan, kedekatan Bahlil dengan Widodo dan Prabowo akan menjadi kunci suksesnya transisi pemerintahan berikutnya.

Ia meyakini Bahlil akan diberi jabatan menteri yang lebih tinggi dalam pemerintahan Prabowo mendatang.

“Bahlil bisa menduduki jabatan yang relatif lebih tinggi, seperti menteri koordinator,” kata Dr Cecep kepada CNA.

Sementara itu, pernyataan politikus Golkar Ali Mochtar Ngabalin pada 20 Agustus bahwa kader partai telah meminta agar Bapak Widodo menjadi ketua Dewan Pembina Golkar dapat menjadi pertanda hal-hal yang akan datang.

Dewan Pembina bertugas memberi nasihat dan masukan kepada pengurus partai Golkar dalam menetapkan berbagai kebijakan partai.

Anggota Golkar mengatakan kepada media lokal bahwa keputusan apa pun untuk menunjuk seseorang sebagai ketua Dewan Pembina berada di tangan ketua partai yang baru terpilih – Tn. Bahlil.

Dan jika Tn. Widodo benar-benar bergabung dengan Golkar setelah ia mengundurkan diri dari kursi kepresidenan pada bulan Oktober, para analis yakin bahwa partai tersebut akan memberinya kendaraan untuk memperluas pengaruh politiknya di luar istana.

Dulu, jabatan penasehat ini dipegang oleh mantan Presiden Indonesia Soeharto pada masa Orde Baru hingga ia mengundurkan diri pada tahun 1998. Dan meskipun bukan ketua umum partai, Bapak Soeharto memiliki kewenangan mutlak dalam menentukan kebijakan partai Golkar saat itu.

Bapak Agung Baskoro, seorang analis politik di firma konsultan Trias Politika Strategis, menekankan bahwa langkah potensial Bapak Widodo untuk bergabung dengan Golkar akan membantu menjaga pengaruh politik dan posisi tawar strategisnya tetap utuh.

“Jokowi adalah sosok yang kuat, memiliki basis massa yang jelas, (dan) rekam jejaknya cukup baik di tingkat eksekutif,” kata Agung kepada CNA.

Sumber