Akselerasi energi terbarukan menciptakan 96.000 lapangan kerja di wilayah penghasil batu bara | INSIDER

Indonesia berpotensi menciptakan 96 ribu lapangan kerja dengan meningkatkan kapasitas energi bersih dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil di daerah penghasil batu bara di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan.

Potensi ekonomi terungkap dalam laporan terbaru lembaga pemikir energi global EMBER: Perluasan Energi Bersih di Indonesia dapat Memacu Pertumbuhan dan Kesetaraan. Laporan ini menganalisis rencana pengadaan listrik PT PLN untuk tahun 2021-2023 dan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif Kemitraan Transisi Energi yang Adil. Laporan ini mengeksplorasi strategi untuk memasukkan energi yang adil ke dalam rencana energi di tingkat provinsi.

Mengacu pada laporan tersebut, pembangunan proyek energi terbarukan dapat membantu transformasi daerah penghasil batubara, seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan, yang terancam PHK besar-besaran akibat penutupan tambang batubara pasca transisi energi global.

“Transisi energi Indonesia dapat menjadi lebih adil dengan bertransformasi menuju energi berkelanjutan dan berfokus pada energi terbarukan di wilayah terdampak, sehingga dapat menciptakan peluang baru dan meningkatkan daya saing masyarakat serta wilayah,” kata Dinita Setyawati, Senior Power Policy Analyst EMBER Asia Tenggara, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa, 20 Agustus 2024.

Berdasarkan rencana pengadaan listrik terkini, proyek energi terbarukan dengan total kapasitas 21 gigawatt (GW) akan terus ditambah hingga 2030. Selain itu, Comprehensive Investment and Policy Plan of Just Energy Transition (CIPP-JETP) akan menambah target penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 36 GW. Hasil analisis EMBER, pembangunan energi terbarukan 2,7 GW di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan dalam rencana eksisting dapat menciptakan 50 ribu lapangan kerja dan menarik investasi senilai US$4,3 miliar.

Oleh karena itu, manfaat yang lebih besar dapat diperoleh dengan membatalkan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 2,33 GW di tiga wilayah tersebut dan menggantinya dengan pembangkit listrik tenaga surya sebesar 5,8 GW. Langkah ini akan menciptakan 46 ribu lapangan kerja tambahan dan menarik investasi ganda.

Secara keseluruhan, percepatan energi terbarukan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan akan menarik investasi lebih dari US$ 9,4 miliar dan menciptakan 96 ribu lapangan pekerjaan dengan keterampilan tinggi. Langkah ini akan mengurangi emisi CO2 menjadi 18 juta ton di ketiga wilayah tersebut, dari saat ini 30 juta ton yang berasal dari metana tambang batu bara dan pembangkit listrik tenaga batu bara.

“Transisi energi memberi peluang untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan mengembangkan ekonomi hijau di wilayah penghasil batu bara serta menghindari emisi dari batu bara di wilayah tersebut. Memasukkan target JETP ke dalam kebijakan dan perencanaan nasional dan daerah menjadi langkah awal dalam mewujudkan potensi tersebut,” kata Dody Setiawan, Analis Senior Iklim dan Energi di EMBER Indonesia.

Mada Ayu Habsari, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), menyatakan, “Pemanfaatan tenaga surya dapat menjadi tulang punggung transisi energi, tidak hanya dari segi bauran energi tetapi juga efek domino yang ditimbulkan, termasuk peningkatan lapangan kerja di bidang pekerjaan hijau. Selain itu, jika permintaan meningkat, industri tenaga surya juga akan tumbuh, dan ini menjadi kekuatan Indonesia.”

Temuan lain dalam laporan EMBER adalah Indonesia perlu mempertimbangkan kembali pembangunan pembangkit listrik baru, untuk menghindari risiko tinggi aset terlantar. Pasalnya, dengan proyeksi permintaan listrik yang meningkat 4,7 persen per tahun mengacu pada data 2023, pembangkitan listrik diperkirakan akan melampaui permintaan sebesar 42 terawatt hour (TWh) pada 2030. Artinya, tanpa pembangkit listrik baru pun, Indonesia dapat memenuhi permintaan listriknya pada 2030.

Sejak Kebijakan Energi Nasional (KEN) diberlakukan pada tahun 2014, bahan bakar fosil telah tumbuh pesat dan memasok hingga 81 persen listrik Indonesia. Penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batu bara, meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir. Dari tahun 2013 hingga 2023, pembangkitan bahan bakar fosil meningkat hingga 50 persen, yang menyebabkan peningkatan emisi sektor kelistrikan sebesar 86 juta ton CO2.

Tahun ini, Indonesia akan meluncurkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan energi dan mendorong transisi energi, dengan tujuan mencapai puncak emisi pada tahun 2035 dan mencapai nol bersih pada tahun 2060. Namun, target energi terbarukan diperkirakan akan berkurang dari 23 persen menjadi sekitar 17-19 persen pada tahun 2025.

Sumber