Paus dari daerah pinggiran tiba di Papua Nugini

Paus Fransiskus memulai perjalanan kedua dari Perjalanan Apostoliknya yang ke-45 dengan kunjungan tiga hari ke Papua Nugini di Oseania.

Oleh Linda Bordoni – Port Moresby

Papua Nugini berjarak 19.047 kilometer dari Vatikan. Itu adalah perjalanan terjauh yang pernah dilakukan Paus Fransiskus untuk berkumpul dengan umatnya, menunjukkan betapa pentingnya hal itu, betapa ia peduli.

Dia akan menghabiskan tiga hari di negara yang besar namun jarang penduduknya ini, dengan sungai-sungai dan air terjun yang bergemuruh, pegunungan yang diselimuti salju, gunung-gunung berapi yang menyemburkan air, hutan lebat, dan laut yang indah.

Negara ini, yang merupakan rumah bagi beberapa suku terakhir yang tidak terkontak di dunia, terletak tepat di salah satu lempeng tektonik planet ini, dan gempa bumi serta tanah longsor hampir biasa terjadi, sementara kurangnya infrastruktur di daerah yang lebih terpencil dapat menimbulkan tantangan serius bagi penyelamat dan petugas medis jika terjadi bencana, dan bahkan bagi pelancong biasa yang menjelajahi negara tersebut.

Namun Paus Fransiskus tidak gentar menghadapi tantangan dan bertekad untuk berbagi iman secara langsung dengan sekitar 2,5 juta umat Katolik yang tinggal di negara tersebut, termasuk mereka yang tinggal di kota terpencil Vanimo di pantai barat laut, tempat sekelompok misionaris yang sebagian besar berasal dari Argentina berbagi misinya untuk tidak pernah mengecualikan apa yang disebutnya sebagai “pinggiran geografis dan eksistensial” dunia kita.

Karena letak geografisnya di Samudra Pasifik bagian timur, seperti negara-negara tetangganya di seluruh kawasan, PNG semakin terancam oleh dampak nyata perubahan iklim.

Selagi berupaya mengadopsi model pembangunan berkelanjutan dan melindungi ekosistem serta masyarakat yang rapuh, seruan Paus Fransiskus untuk memperhatikan jeritan kaum miskin dan jeritan bumi pasti akan bergema dengan kuat.

Jadi, pelayanan pastoral, kepedulian terhadap ciptaan, dan seruan untuk menghormati dan menjaga kearifan dan budaya masyarakat adat hampir pasti akan menjadi sorotan selama tiga hari kehadiran Paus di negara tersebut.

Namun, Fransiskus juga seorang Paus yang penuh kejutan, dan siapa tahu isu-isu lain apa yang akan ia soroti, baik sebagai kepala Gereja Universal maupun sebagai otoritas moral yang tak terbantahkan di zaman kita. Yang pasti, pesannya akan menjadi pesan harapan dan dorongan bagi Gereja, bagi umat manusia, dan bagi masyarakat Papua Nugini.

Sumber