Bank Dunia Peringatkan Indonesia tentang Tantangan dalam Meraih Status Negara Berpenghasilan Tinggi pada 2045

Bank Dunia meragukan ambisi Indonesia untuk menjadi negara ekonomi berpendapatan tinggi pada tahun 2045, dengan menguraikan tantangan signifikan yang biasanya dihadapi negara-negara berpendapatan menengah dalam mencapai lompatan tersebut. Untuk mencapai target ini, yang bertepatan dengan seratus tahun kemerdekaan negara ini, Indonesia perlu mempertahankan pertumbuhan PDB tahunan sebesar 6% hingga 7% selama dua dekade mendatang, menurut perencanaan pemerintah.

Berbicara di sebuah seminar yang diselenggarakan di Kementerian Keuangan di Jakarta, Indermit Gill, kepala ekonom untuk Kelompok Bank Dunia, menyatakan bahwa kemajuan ekonomi yang pesat bagi negara-negara berpenghasilan menengah sangat jarang terjadi dan akan membutuhkan “keajaiban” untuk mencapainya dalam beberapa dekade, bukan abad. Sambil mengakui pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, Gill memperingatkan bahwa jalan ke depan akan jauh lebih sulit bagi ekonomi terbesar di Asia Tenggara tersebut.

Laporan Bank Dunia yang baru-baru ini diterbitkan berjudul Perangkap Pendapatan Menengah menyoroti bahwa banyak negara berpendapatan menengah telah berjuang untuk melampaui sekitar 10% PDB per kapita AS, yang setara dengan $8.000 saat ini. Sejak tahun 1970-an, pertumbuhan pendapatan di negara-negara ini telah mandek pada tingkat ini, sehingga menjebak mereka dalam ketidakpastian ekonomi.

Dari beberapa negara yang telah mencapai status berpendapatan tinggi sejak 1990, lebih dari sepertiganya diuntungkan baik dari integrasi UE maupun dari cadangan minyak yang baru ditemukan. Saat ini, 108 negara berpendapatan menengah, yang merupakan rumah bagi 75% populasi global, menghadapi tantangan serius seperti populasi yang menua, meningkatnya utang pemerintah, krisis lingkungan, dan fragmentasi perdagangan.

Meskipun Indonesia berkomitmen untuk memperkuat sektor publiknya, Gill menunjukkan bahwa negara tersebut kurang efisien dalam hal regulasi dan operasional. Ia mencatat bahwa meskipun Indonesia bergerak ke arah yang benar, laju reformasi masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara seperti Cina dan Korea Selatan, yang berhasil bertransisi ke status negara berpendapatan tinggi di masa lalu.

Gill menekankan perkembangan pesat Korea Selatan sebagai pelajaran berharga bagi para pembuat kebijakan, karena negara tersebut berubah dari negara berpendapatan rendah menjadi negara berpendapatan tinggi hanya dalam waktu 25 tahun. Bank Dunia merekomendasikan agar Indonesia mengadopsi strategi “3i”—investasi, infusi teknologi, dan inovasi—untuk mengatasi perangkap pendapatan menengah, dengan Korea Selatan sebagai model keberhasilannya.

Meskipun Indonesia telah membuat kemajuan dalam bidang-bidang penting seperti infrastruktur, tata kelola, dan stabilitas ekonomi makro, Bank Dunia menyoroti perlunya reformasi efisiensi pasar, khususnya dalam keuangan, ketenagakerjaan, perdagangan, persaingan, dan regulasi bisnis. Gill mengidentifikasi bidang-bidang ini sebagai alasan utama lambatnya pertumbuhan produktivitas negara ini.

Indonesia, yang tergolong negara ekonomi berpendapatan menengah ke atas dengan PDB per kapita sekitar $5.200, bermaksud meningkatkannya menjadi antara $19.000 dan $22.000 pada tahun 2045 untuk mencapai status berpendapatan tinggi. Saat ini, kelas menengah Indonesia mencakup sekitar 52 juta orang atau 18,8% dari populasi, dan pemerintah berharap dapat memperluas demografi ini menjadi 80% pada tahun 2045.

Meskipun pengeluaran rumah tangga tetap menjadi pendorong utama PDB Indonesia, yang mencakup lebih dari separuh output ekonomi, Gill menekankan pentingnya reformasi struktural dan perubahan regulasi untuk memenuhi tujuan negara tahun 2045.

Salah satu kendala utama yang diidentifikasi adalah peran dominan badan usaha milik negara (BUMN), yang menurut Gill dapat menyingkirkan persaingan swasta dan menghambat pertumbuhan. Meskipun BUMN pada dasarnya tidak negatif, kehadiran mereka yang kuat dalam perekonomian Indonesia menciptakan lebih sedikit ruang bagi keterlibatan sektor swasta yang kompetitif. Menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki tingkat kepemilikan publik tertinggi di antara negara-negara ekonomi berpendapatan menengah yang besar, yang terkait dengan kerangka tata kelola yang lebih lemah yang membatasi persaingan.

Pada acara yang sama, Maria Vagliasindi, kepala ekonom Bank Dunia untuk infrastruktur, menekankan perlunya negara-negara berpenghasilan menengah untuk mengatur pelaku usaha lama yang kuat, seperti BUMN dan pemimpin pasar, yang sering menggunakan posisi mereka untuk menghalangi pesaing. Ia berpendapat bahwa membangun lembaga regulasi yang kuat sangat penting untuk membatasi pengaruh pelaku usaha lama ini dan membuka pasar bagi pemain baru.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya menghindari jebakan pendapatan menengah dengan mengelola anggaran negara secara bijaksana, terutama di bidang infrastruktur digital dan pengembangan sumber daya manusia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa regulasi yang berlebihan sering kali mempersulit kegiatan ekonomi, sehingga menghambat pertumbuhan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menyoroti industrialisasi sebagai kunci pertumbuhan Indonesia di masa depan, dengan fokus pada revitalisasi sektor manufaktur dan peningkatan layanan di industri bernilai tinggi seperti elektronik, pusat data, dan semikonduktor. Ia mengemukakan bahwa sektor manufaktur memiliki potensi signifikan untuk pertumbuhan nilai tambah tetapi memerlukan transformasi substansial.

Sementara itu, sektor manufaktur Indonesia terus menghadapi tantangan, dengan indeks manajer pembelian (PMI) turun menjadi 48,9 pada bulan Agustus, turun dari 49,3 pada bulan Juli, yang menandakan penurunan, menurut laporan S&P Global.

Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menambahkan bahwa pemerintahan yang akan datang di bawah presiden terpilih Prabowo Subianto, yang akan mulai menjabat pada bulan Oktober, akan memprioritaskan pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, dan energi sebagai bagian dari transisi negara menuju ekonomi berpendapatan tinggi. Djiwandono menekankan bahwa mencapai tingkat pertumbuhan 8% yang ambisius bukan hanya sekadar aspirasi, tetapi suatu keharusan bagi kemakmuran Indonesia di masa depan.

PDB (nominal) Modal Kepala Negara Kepala Pemerintahan PDB (nominal) per kapita PDB (PPP) PDB (PPP) PDB (PPP) per kapita
Indonesia Jakarta Joko Widodo Joko Widodo 1.417.387 5.109 4.720.000 15.834


Apakah Anda sudah membaca?
Negara yang Paling Banyak Berutang kepada Dana Moneter Internasional (IMF).
Startup Unicorn Paling Sukses.
Klub $100 Miliar: Orang Terkaya dengan Kekayaan 12 Angka.
Konsumen listrik terbesar di dunia, menurut negara (dalam terawatt-jam).
Negara yang Mengekspor Barang dan Jasa Terbanyak.


Tambahkan majalah CEOWORLD ke umpan Google Berita Anda.


Mengikuti Majalah CEOWORLD Judul berita pada: Berita GoogleBahasa Indonesia: LinkedInBahasa Indonesia: TwitterDan Indonesia.


Hak Cipta 2024 Majalah CEOWORLD. Semua hak cipta dilindungi undang-undang. Materi ini (dan setiap kutipan darinya) tidak boleh disalin, didistribusikan ulang, atau ditempatkan di situs web mana pun, tanpa persetujuan tertulis sebelumnya dari majalah CEOWORLD. Untuk pertanyaan media, silakan hubungi: [email protected]




Sumber