Menurunnya kelas menengah berkontribusi terhadap deflasi di Indonesia, kata para ahli

Jakarta. NH Korindo Sekuritas memperingatkan bahwa tren deflasi yang sedang berlangsung menimbulkan kekhawatiran mendesak bagi perekonomian Indonesia, yang menunjukkan bahwa kelas pekerja memiliki terbatasnya pendapatan yang dapat dibelanjakan.

Indonesia melaporkan tingkat inflasi tahun-ke-tahun sebesar 1,84 persen pada bulan September, turun dari 2,12 persen pada bulan Agustus. Deflasi 0,12 persen di bulan September menandai deflasi bulan kelima berturut-turut sejak Mei 2024.

“Para ekonom meyakini hal ini dapat menghambat produk domestik bruto (PDB) Indonesia untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan sebesar 5 persen jika hanya bergantung pada belanja konsumen,” kata NH Korindo Sekuritas dalam laporannya, Senin.

Menanggapi tantangan ekonomi tersebut, Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka didesak untuk segera mengambil tindakan setelah menjabat. Langkah-langkah yang disarankan termasuk memberikan insentif dan mengatur operasi pasar untuk memajukan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

NH Korindo juga merekomendasikan untuk mengevaluasi kembali kebijakan terkait hilirisasi investasi di sektor padat modal, yang dirasa memiliki dampak terbatas terhadap penciptaan lapangan kerja.

Deflasi yang berkelanjutan dan Indeks Manajer Pembelian (PMI) yang menyusut dapat dikaitkan dengan menurunnya kelas menengah pada tahun 2024, yang diikuti oleh peningkatan jumlah individu miskin. Kelas menengah memainkan peran penting dalam merangsang aktivitas perekonomian domestik.

Sutrisno Iwantono, Ketua Umum Asosiasi Kebijakan Publik Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan tren ini menunjukkan semakin terkonsentrasinya sektor industri di Indonesia.

Artinya entitas yang lebih besar tumbuh semakin besar, entitas yang lebih kecil semakin berkurang, dan kelas menengah semakin berkurang, kata Sutrisno saat wawancara dengan Investor Market Today, Senin.

Ia mencatat, situasi ini berdampak buruk terhadap pendapatan pemerintah, terutama karena kelas menengah merupakan penyumbang terbesar pendapatan pajak. Dengan berkurangnya jumlah kelas menengah, rasio pajak Indonesia yang sudah sempit menghadapi kendala lebih lanjut.

“Usaha kecil menghadapi tantangan dalam hal perpajakan, dan mengingat rasio pajak kita yang rendah, pemerintah harus memperoleh pendapatan yang cukup dari pajak. Namun, menyusutnya basis pajak mempersulit hal ini,” jelasnya.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, Sutrisno menganjurkan pengurangan konsentrasi pada sektor manufaktur dan menyerukan peningkatan jumlah usaha menengah. Ia menekankan perlunya mempersempit kesenjangan ekonomi tidak hanya antar dunia usaha, tetapi juga antar wilayah, khususnya antara Pulau Jawa dan pulau-pulau terluar.

“Dengan demikian, kita dapat merevitalisasi perekonomian kita dan mendorong pertumbuhan kelas menengah yang lebih baik, dengan fokus tidak hanya pada populasi kelas menengah tetapi juga pada pelaku ekonomi kelas menengah,” tutupnya.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada bulan Maret 2024, kelas menengah Indonesia berjumlah 47,85 juta orang (17,13 persen), dengan tambahan 137,50 juta orang (49,22 persen) yang berada di ambang memasuki kelas menengah, mewakili total 66,35 orang. persen dari populasi.

Selama lima tahun terakhir, proporsi pekerja kelas menengah formal mengalami sedikit penurunan, dari 61,71 persen pada tahun 2019 menjadi 59,36 persen pada tahun 2024. Saat ini, kelas menengah dan mereka yang sedang bertransisi ke dalamnya berkontribusi sebesar 81,49 persen terhadap konsumsi nasional.

Tag: Kata Kunci:

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here