Menavigasi Ketidakpastian Politik Luar Negeri Indonesia di bawah Prabowo Subianto

Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden Indonesia berikutnya menandai titik balik yang signifikan dalam kebijakan luar negeri negara tersebut. Berlatar belakang nasionalis dan militeristik, Prabowo diharapkan menghadirkan diplomasi yang personal, berbeda dengan pendekatan yang dilakukan Presiden Joko Widodo. Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan di kabinet Presiden Jokowi, Prabowo menunjukkan keterlibatan langsungnya dalam berbagai isu internasional, seperti kritiknya yang keras terhadap negara-negara Barat terkait pembatasan ekspor minyak sawit Dan proposal perdamaian yang dia ajukan untuk perang Rusia-Ukraina. Kemenangan Prabowo pada pemilu 2024 menarik perhatian dunia internasional, sehingga memicu banyak spekulasi mengenai bagaimana kepemimpinannya akan berdampak pada postur diplomasi Indonesia di tengah meningkatnya ketegangan global.

Lanskap Kebijakan Luar Negeri Saat Ini

Kepemimpinan Presiden Jokowi telah membentuk kebijakan luar negeri Indonesia dengan karakter pragmatisme, yang mengutamakan isu-isu dalam negeri seperti pembangunan ekonomi dan infrastruktur dibandingkan hubungan internasional. Karena lebih mengandalkan anggota kabinetnya untuk urusan luar negeri, Jokowi lebih memilih pendekatan yang kurang menonjol ketika menangani masalah internasional yang kompleks. Meski aktif berpartisipasi di forum internasional seperti ASEAN, Jokowi lebih fokus pada diplomasi ekonomi yang dibangun melalui hubungan perdagangan dan kerja sama ekonomi.

Meskipun fokus ke dalam, kepemimpinan Jokowi menghadapi meningkatnya ketegangan geopolitik. Namun, pemerintahannya cenderung menghindari keputusan yang berani. Salah satu contohnya adalah Keragu-raguan dan keengganan Jokowi terkait konflik Laut Cina Selatandimana klaim teritorial Tiongkok tumpang tindih dengan klaim wilayah negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia di Laut Natuna. Sebagai anggota ASEAN, Indonesia berupaya mengamankan kepentingan ekonominya dengan Tiongkok sambil menyeimbangkan komitmen regionalnya. Sikap hati-hati ini juga terlihat dari upaya Jokowi menjaga netralitas di tengah persaingan antara Amerika Serikat dan Rusia. Meskipun dianggap berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi dan selaras dengan prinsip Indonesia yang bebas dan aktif, banyak kritikus yang berpendapat bahwa di bawah kepemimpinan Jokowi, Indonesia telah “meninju di bawah beratnya” dalam urusan regional dan internasional.

Potensi Pergeseran Kebijakan

Kepemimpinan Prabowo yang akan dimulai pada bulan Oktober ini diperkirakan akan membawa pendekatan yang lebih tegas dan strategis dalam menyikapi dinamika global. Prabowo tampaknya berambisi memperkuat posisi Indonesia melalui keterlibatan langsung di tingkat kepemimpinan, dibandingkan mengandalkan pendekatan institusional. Gaya diplomasinya diyakini berpotensi meningkatkan peran Indonesia di kancah internasional, khususnya dengan keterlibatan langsung pemimpin dalam isu-isu penting. Namun pendekatan ini juga menimbulkan kekhawatiran dan kritik. Diplomasi yang didominasi oleh kepemimpinan individu cenderung menciptakan ketidakpastian yang dapat melemahkan efektivitas kebijakan. Dalam menghadapi tantangan global, pendekatan personal yang dilakukan oleh Prabowo dapat berdampak negatif terhadap kemajuan hubungan diplomatik Indonesia jika mengabaikan struktur kelembagaan yang penting untuk menjaga konsistensi kebijakan luar negeri Indonesia.

Contoh nyata kekhawatiran tersebut muncul ketika Prabowo mengajukan rencana perdamaian perang Rusia-Ukraina dengan mengusulkan pembentukan zona demiliterisasi (DMZ) 15 km dari wilayah sengketa. Usulan Prabowo yang disampaikan pada Dialog Shangri-La 2023 menuai kemarahan berbagai pihak karena merupakan tambahan yang belum dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Kementerian Luar Negeri atau pakar kebijakan. Usulan perdamaian yang diajukan oleh Prabowo tidak sejalan dengan prinsip non-blok yang dianut Indonesia. Dengan mengusulkan pembentukan DMZ, secara tidak langsung Prabowo melegitimasi pendudukan Rusia di wilayah Ukraina. Upaya Indonesia untuk menjaga keseimbangan hubungan baik dengan AS maupun Rusia kini telah dilakukan menimbulkan pertanyaan tentang kredibilitasnya sebagai aktor netralmengingat proposal perdamaian tampaknya menguntungkan kepentingan Rusia.

Keterlibatan Prabowo tidak terbatas pada diplomasi saja. Pada tanggal 26 April, Sang Ekonom menerbitkan artikel yang ditulis oleh Prabowo berjudul “Presiden terpilih Indonesia menuduh Barat menerapkan standar ganda.” Dalam artikel tersebut, Prabowo dengan tajam mengkritik Barat atas apa yang ia anggap sebagai standar ganda dalam menangani konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina. Ia menunjukkan adanya kesenjangan dalam perlakuan, menyoroti bagaimana penderitaan para korban Palestina sering diabaikan, sementara para korban perang di Ukraina tampaknya mendapat perhatian lebih dari negara-negara Barat. Sebagai presiden terpilih, kritik yang dilontarkan Prabowo menandakan adanya perubahan signifikan dalam arah kebijakan luar negeri Indonesia. Namun, pertanyaannya tetap: Apakah sikap kuat Prabowo menunjukkan adanya bias dalam kebijakannya di masa depan?

Menjawab pertanyaan tersebut, Pakar Hubungan Internasional Dr Dafri Agus Salim menjelaskan, dari daftar kunjungan yang dilakukan Prabowo, ia tampak menunjukkan lebih tertarik untuk membangun hubungan dengan negara-negara Timur. Kunjungan Prabowo ke Turki, Tiongkok, dan Rusia menunjukkan potensi fokus untuk menciptakan peluang bagi Indonesia dalam kerja sama perdagangan dan ekonomi. Di satu sisi, Dafri menilai hal tersebut merupakan upaya Prabowo untuk memposisikan Indonesia sebagai aktor yang mampu memobilisasi kekuatan Timur. Pergeseran orientasi politik yang terkesan condong ke arah Timur ini kemungkinan besar akan berdampak signifikan terhadap hubungan Indonesia dengan negara-negara Barat yang mempunyai kepentingan berbeda. Dengan memperkuat hubungannya dengan negara-negara Timur, Indonesia bertujuan untuk meningkatkan posisinya dalam menghadapi tekanan dari Barat, yang seringkali melemahkan kedudukan dan kepentingan Indonesia.

Ketidakpastian dan Spekulasi

Ketidakpastian seputar arah kebijakan luar negeri Prabowo telah menimbulkan kekhawatiran baik di dalam negeri maupun internasional. Preferensi Prabowo yang tegas dan kecenderungannya untuk membuat keputusan sepihak tanpa berkonsultasi dengan para penasihatnya, seperti yang terlihat dalam proposal perdamaian Rusia-Ukraina, telah memicu kekhawatiran tentang bagaimana ia akan menangani isu-isu internasional yang kompleks yang memerlukan diplomasi hati-hati dan kerja sama multilateral. Seringkali mengabaikan perannya sebagai wakil Indonesia di panggung global, Prabowo cenderung mengeluarkan pernyataan berdasarkan paradigma pribadi yang tidak konsisten, yang dapat mempengaruhi kepemimpinannya, khususnya dalam menghadapi tantangan global.

Semakin besarnya keberpihakan Prabowo terhadap negara-negara Timur kemungkinan akan memicu reaksi hati-hati dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat. Sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, Indonesia secara tradisional memainkan peran penting sebagai stabilisator, secara konsisten mendorong pembangunan konsensus dan penyelesaian konflik secara damai. Namun, Prabowo diperkirakan akan mengambil sikap yang lebih agresif dan tegas, sehingga dapat mempersulit hubungan Indonesia dengan negara lain.

Menghadapi tekanan global yang semakin meningkat, kebijakan luar negeri Prabowo akan dibentuk oleh keseimbangan antara kepentingan nasional, stabilitas regional, dan ekspektasi global. Gaya kepemimpinannya, yang ditandai dengan keterlibatan pribadi dan inisiatif yang berani, berpotensi meningkatkan peran Indonesia di kancah global, namun juga berisiko menciptakan ketidakstabilan dalam hubungan luar negeri.

Rekomendasi Kebijakan

Mengingat ketidakpastian arah kebijakan luar negeri Indonesia dan tantangan geopolitik yang muncul, penting bagi Indonesia untuk mempertahankan kerangka kelembagaan yang kuat dalam pengambilan keputusan kebijakan luar negeri. Penguatan peran Kementerian Luar Negeri dan lembaga diplomatik lainnya sangat penting dalam menjaga kredibilitas dan konsistensi Indonesia dalam hubungan internasional. Dengan menyeimbangkan gaya kepemimpinan Prabowo yang tegas dan diplomasi institusional, Indonesia dapat memastikan bahwa kepemimpinan pribadi tidak mengesampingkan kepentingan nasional jangka panjang. Keterlibatan langsung Prabowo dalam isu-isu internasional tidak diragukan lagi dapat meningkatkan pengaruh Indonesia baik di tingkat global maupun regional, namun hal ini harus diselaraskan dengan proses kelembagaan untuk menjaga tujuan strategis negara.

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here