Kerugian Tersembunyi dari Booming Infrastruktur Era Jokowi – Akademisi

Ekspansi infrastruktur Indonesia yang pesat di bawah kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menarik perhatian nasional dan internasional. Megaproyek seperti Jalan Tol Trans-Jawa dan pembangunan Nusantara yang sedang berlangsung di Kalimantan Timur melambangkan kemajuan dan modernisasi.

Namun, di balik pembangunan berskala besar ini terdapat kenyataan yang lebih suram, yaitu adanya patronase politik dan praktik pembangunan yang represif yang mengesampingkan kelompok masyarakat yang seharusnya mendapatkan manfaat dari proyek-proyek tersebut. Pendekatan ganda terhadap infrastruktur, baik ambisius maupun otoriter, menimbulkan pertanyaan mengenai dampak sebenarnya dari pembangunan di bawah pemerintahan Jokowi.

Pada masa jabatan pertamanya, visi Jokowi untuk Indonesia berkisar pada membangun konektivitas fisik di seluruh nusantara. Pemerintahannya memulai proyek besar-besaran, membangun ribuan kilometer jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jembatan. Proyek-proyek ini bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; mereka terikat pada visi nasionalis tentang kesatuan Indonesia secara fisik, ekonomi dan simbolis.

Perpindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur melalui proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) mungkin merupakan pernyataan paling berani dari ambisi Jokowi. Mengingat Jakarta menghadapi kelebihan penduduk, kemacetan lalu lintas, dan degradasi lingkungan, pemindahan ibu kota dianggap sebagai solusi terhadap masalah-masalah ini dan juga sebagai langkah menuju pembangunan yang lebih adil di seluruh Indonesia.

Proyek ini disajikan sebagai cara untuk mendesentralisasikan kekuasaan di Pulau Jawa dan mendistribusikan peluang ekonomi secara lebih merata. Namun, di balik cita-cita luhur tersebut, terdapat jaringan kepentingan politik dan ekonomi yang kompleks.

Pembangunan, meskipun penting bagi masa depan bangsa, semakin dikaitkan dengan patrimonialisme teknopolitik, dimana para pemimpin politik menggunakan proyek infrastruktur sebagai alat untuk mengkonsolidasikan kendali, mendapatkan dukungan dan memenuhi kepentingan ekonomi elit.

Setiap hari Kamis

Baik Anda ingin memperluas wawasan atau terus mengetahui perkembangan terkini, “Viewpoint” adalah sumber sempurna bagi siapa pun yang ingin terlibat dengan isu-isu yang paling penting.

untuk mendaftar buletin kami!

Silakan periksa email Anda untuk berlangganan buletin Anda.

Lihat Buletin Lainnya

Konsep patrimonialisme teknopolitik, yang banyak muncul pada masa rezim Orde Baru Soeharto, mengacu pada penggunaan pembangunan teknologi dan infrastruktur untuk mempertahankan kontrol politik dan memberi penghargaan kepada sekutu. Meskipun pemerintahan Jokowi tidak mencerminkan otoritarianisme Soeharto, unsur-unsur sistem patronase ini tetap melekat dalam struktur politik Indonesia.

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here