Indonesia mengendalikan pasokan bijih nikel untuk menyeimbangkan permintaan yang lemah

Pabrik peleburan nikel di negara yang bertanggung jawab atas lebih dari separuh produksi dunia mengalami kekurangan bijih karena masalah perizinan pemerintah, sehingga meningkatkan premi yang harus dibayar untuk mengamankan bahan mentah. Hal ini memaksa banyak orang untuk mengimpor dalam jumlah besar dari negara tetangganya, Filipina.

Namun, harga acuan nikel di London Metal Exchange masih kesulitan untuk pulih secara substansial dari posisi terendah dalam beberapa tahun pada awal tahun 2024 karena lemahnya permintaan baja tahan karat, pasar terbesar untuk logam tersebut. Pembeli berharap stimulus ekonomi baru dari Tiongkok dapat meningkatkan konsumsi.

Permasalahan perizinan di Indonesia, yang dikenal dengan RKAB, telah terjadi sejak awal tahun ini. Perusahaan Perancis Eramet SA, yang mengoperasikan salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia, memangkas panduan penjualan bijih eksternal sebesar 29% setelah pemerintah menolak memberikan izin dalam jumlah yang lebih tinggi.

Pada hari Jumat, Lahadalia mengatakan bahwa jika penambang besar milik asing diberikan kuota penjualan penuh, maka penambang kecil akan kesulitan menjual produk mereka.

“Yang besar kebanyakan milik asing, kalau kita kasih RKAB penuh, yang lain bisa jual bijihnya?” katanya. “Smelter juga harus membeli bijih dari perusahaan lain yang tidak memiliki pabrik pengolahan, seperti penambang kecil.”

(Oleh Eddie Spence dan Eko Listiyorini)


Baca selengkapnya: Indonesia menatap fase berikutnya dalam industri nikel seiring dengan mundurnya pemimpin fixer



Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here