Malaysia, Indonesia dan perbedaan jalur diplomasi Asia Tenggara – Firstpost

Dalam arena diplomasi Asia Tenggara yang terus berkembang, Asean berdiri sebagai platform penting untuk membina kerja sama dan stabilitas di antara negara-negara anggotanya. Didirikan pada tahun 1967, Asean bertujuan untuk mempromosikan perdamaian regional, pertumbuhan ekonomi dan pertukaran budaya, menjadikannya landasan interaksi politik dan ekonomi di wilayah tersebut. Pada tahun 2025, Malaysia akan mengambil alih kepemimpinan Asean di tengah ekspektasi diplomatik yang tinggi, dengan Perdana Menteri Anwar Ibrahim berupaya memperkuat pengaruh Malaysia dalam menekan isu-isu regional seperti Laut Cina Selatan dan krisis Myanmar. Sementara itu, india, negara terbesar di Asia Tenggara, baru-baru ini mengumumkan niatnya untuk bergabung dengan Brics (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan), sehingga menimbulkan pertanyaan tentang peran Asean dalam kebijakan luar negeri Indonesia yang terus berkembang.

kepemimpinan Malaysia di ASEAN

Ketika Malaysia bersiap untuk memimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2025, terdapat harapan besar bahwa Malaysia akan mengatasi beberapa tantangan besar di kawasan ini. Pemerintahan Perdana Menteri Anwar telah menetapkan agenda berani untuk meningkatkan kepentingan global Asean, dengan fokus pada inklusivitas, keberlanjutan, dan kemitraan ekonomi.

Itu Waktu Selat melaporkan bahwa diplomasi aktif Perdana Menteri Anwar Ibrahim telah meningkatkan harapan akan apa yang bisa dicapai Malaysia seiring persiapan mereka memimpin Asean, sebuah kelompok yang biasanya lamban dalam mengambil tindakan. Sejak ia menjadi perdana menteri setelah parlemen digantung pertama kali di Malaysia pada November 2022, Anwar memiliki jadwal perjalanan yang sibuk, berbicara tentang isu-isu global yang mendapat tanggapan baik di dalam negeri.

Pekerjaan internasionalnya akan tetap intens menjelang berakhirnya tahun 2024. Pada pertengahan November, ia berencana menghadiri pertemuan di Amerika Selatan, termasuk forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik dan KTT G20, diikuti dengan perjalanan ketiganya ke Beijing sejak Maret 2023. Ia melewatkan KTT Brics di Rusia pada bulan Oktober dan KTT Brics di Rusia pada bulan Oktober. Pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran di Samoa, memilih untuk fokus pada keterlibatan diplomatik lainnya. Banyak yang berharap Malaysia akan memajukan tujuan inklusivitas dan keberlanjutan Asean pada tahun 2025.

Memprioritaskan krisis Myanmar

Perdana Menteri Anwar telah mengambil sikap tegas terhadap Myanmar, sebuah permasalahan yang cocok untuk diatasi oleh Malaysia karena sejarah negara tersebut dalam mendukung hak asasi manusia dan stabilitas regional. Namun, krisis Myanmar masih penuh tantangan. Meskipun ada lima poin rencana perdamaian ASEAN pada tahun 2021, hanya sedikit kemajuan yang dicapai. Sejak kudeta militer di Myanmar, hampir 6.000 orang telah terbunuh, 30.000 orang dipenjarakan dan hanya sedikit bantuan kemanusiaan yang menjangkau mereka yang membutuhkan. Para pemimpin Myanmar menolak untuk bekerja sama dalam upaya perdamaian Asean, yang menyebabkan mereka dikeluarkan dari KTT Asean sejak tahun 2021—sebuah kebijakan yang mungkin dipertahankan Malaysia di bawah kepemimpinan Anwar.

Meskipun Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menggambarkan kepemimpinan Malaysia di ASEAN di masa mendatang sebagai peluang untuk akhirnya mengatasi krisis Myanmar, kenyataannya sangatlah kompleks. Menurut Selat TimesThomas Daniel, peneliti senior di Institut Studi Strategis dan Internasional Malaysia, mencatat bahwa Anwar berhati-hati untuk tidak membuat janji besar dan bahkan langkah kecil, seperti mengajak para pemimpin militer Myanmar untuk bertemu dengan kelompok anti-kudeta atau mengizinkan bantuan kemanusiaan, akan berdampak buruk. menjadi kemenangan diplomatis.

Sengketa Laut Cina Selatan

Mengatasi krisis Myanmar hanyalah salah satu aspek dari tantangan Malaysia dalam kepemimpinannya di ASEAN mendatang. Masalah penting lainnya yang memerlukan kepemimpinan diplomatik yang kuat adalah perselisihan yang sedang berlangsung di Laut Cina Selatan. Tantangan bagi kepemimpinan Malaysia di Asean adalah bagaimana menangani sengketa di Laut Cina Selatan. Malaysia memiliki hubungan yang kuat dengan Tiongkok, yang merupakan mitra dagang terbesar Asean dan hal ini telah membentuk strategi diplomatiknya di masa lalu. Namun, dengan meningkatnya ketegangan antara Tiongkok dan Filipina mengenai klaim teritorial, khususnya mengenai sembilan garis putus-putus Tiongkok, Malaysia harus secara hati-hati menangani masalah ini agar tidak mengecewakan anggota Asean seperti Filipina.

Asean telah mencoba untuk menegosiasikan Kode Etik (COC) untuk Laut Cina Selatan dengan Tiongkok, namun terdapat banyak tantangan, termasuk ketidaksepakatan mengenai apa saja yang harus dicakup dalam kode etik tersebut dan apakah negara-negara luar harus membantu menyelesaikan perselisihan. Ketika ketegangan meningkat, kepemimpinan Malaysia akan diawasi secara ketat untuk melihat bagaimana mereka menangani klaim teritorial ini sambil menjaga kesatuan ASEAN.

Pergeseran Indonesia menuju Brics

Sementara Malaysia berfokus pada penguatan Asean, Presiden Indonesia Prabowo Subianto ingin memperluas peran negaranya di panggung global dengan bergabung dengan Brics. Pada bulan Oktober 2024, Indonesia mengumumkan pencalonannya, menunjukkan komitmennya terhadap negara-negara Selatan dan menyelaraskan diri dengan negara-negara yang ingin menyeimbangkan pengaruh Barat dalam diskusi internasional. Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia akan menjauh dari Asean, sebuah organisasi yang selama ini mereka pimpin.

Ketertarikan Indonesia terhadap Brics sesuai dengan tujuan Prabowo untuk membangun hubungan “tetangga yang baik” dan mendorong persatuan di antara negara-negara berkembang. Menteri Luar Negeri Indonesia Sugiono menekankan bahwa bergabungnya Brics didasarkan pada kebutuhan ekonomi dan geopolitik, mendorong tindakan kolektif terhadap isu-isu seperti krisis di Gaza dan Lebanon dan menyoroti fokus blok tersebut pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan.

Menurut Pos Pagi Tiongkok Selatanpara ahli percaya bahwa tujuan Prabowo bergabung dengan Brics dapat meningkatkan pengaruh internasional Indonesia sehingga memberikan suara yang lebih kuat mengenai isu-isu penting bagi negara-negara Selatan. Dengan menjadi bagian dari Brics, Indonesia juga berharap dapat terhubung dengan negara-negara berkembang lainnya, yang dapat menghasilkan peluang perdagangan dan investasi yang lebih baik dengan anggota Brics seperti Tiongkok, Rusia dan India.

Implikasinya terhadap kohesi ASEAN

Tujuan Indonesia untuk bergabung dengan Brics telah memicu reaksi beragam di Asia Tenggara, dimana Asean biasanya bekerja berdasarkan kesepakatan dan non-intervensi. Sebagai pemimpin utama Asean, langkah Indonesia menuju Brics menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar dedikasi Indonesia terhadap nilai-nilai inti Asean. Sesuai a Pos Pagi Tiongkok Selatan Meskipun Prabowo telah secara terbuka menekankan pentingnya ASEAN, para analis seperti Shafiah Muhibat dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yakin bahwa kebijakan luar negeri Indonesia mungkin akan beralih ke pendekatan yang lebih aktif. Hal ini dapat mengubah cara ASEAN yang biasanya berhati-hati dalam menangani isu-isu internasional.

Malaysia dan Indonesia berada di persimpangan diplomatik

Perbedaan jalur yang ditempuh Malaysia dan Indonesia menimbulkan pertanyaan penting mengenai peran Asean di kawasan ini. Malaysia fokus untuk menyatukan negara-negara Asean, sementara Indonesia berupaya menjalin hubungan dengan kelompok di luar Asean, seperti Brics. Hal ini dapat menimbulkan tantangan di dalam Asean, terutama jika Malaysia terlalu bergantung pada hubungannya dengan Tiongkok atau jika Indonesia mengalihkan perhatiannya dari isu-isu Asean.

Ketika Malaysia bersiap untuk memimpin Asean dan Indonesia semakin dekat untuk bergabung dengan Brics, skenario diplomasi di Asia Tenggara sedang berubah. Kepemimpinan Malaysia perlu bekerja keras untuk menjaga persatuan di antara anggota Asean. Jika Malaysia dan Indonesia terus mengambil jalan yang berbeda, hal ini dapat menimbulkan perpecahan di Asean. Hal ini dapat mempersulit ASEAN untuk bekerja sama dalam isu-isu penting dan dapat mempengaruhi stabilitas di kawasan. Cara Malaysia dan Indonesia mengelola peran diplomatik mereka akan sangat penting bagi masa depan Asean.

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here