Penangkapan mantan menteri perdagangan Indonesia dan kritikus vokal pemerintah atas kasus suap impor gula pada tahun 2015 menandai sikap anti-korupsi yang lebih keras dari pemerintahan baru, kata para pengamat, sekaligus meningkatkan kekhawatiran akan potensi motivasi politik di balik tindakan tersebut.
Thomas Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan di bawah mantan Presiden Joko Widodo, ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap pada Selasa malam oleh jaksa penuntut umum di Jakarta.
Penyidik menduga ia memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula meski saat itu Indonesia surplus gula.
“Indonesia tidak perlu mengimpor gula tetapi (Lembong) memberikan izin untuk mengimpor 105.000 metrik ton gula kristal mentah,” kata jaksa Abdul Qohar dalam konferensi pers, Selasa malam.
“Impor tersebut tetap terjadi meskipun rapat koordinasi tingkat menteri sebelumnya menyimpulkan bahwa sudah ada surplus komoditas pada tahun itu,” katanya, seraya menyebutkan bahwa Lembong belum mendapat persetujuan dari badan kementerian lainnya.
Dugaan keputusan Lembong menyebabkan kerugian dana negara sebesar 400 miliar rupiah (US$25,42 juta), kata Qohar, namun tidak merinci apa yang dituduhkan Lembong terima sebagai imbalan atas izin kepada perusahaan tersebut, yang secara resmi diidentifikasi hanya dengan inisialnya. PT AP.