Gerakan Laudato Si' di Indonesia (GLSI) telah meluncurkan upaya baru untuk membentuk kelompok advokasi lingkungan berbasis masyarakat di seluruh negeri, yang bertujuan untuk memberdayakan aktivis di lapangan dalam upaya konservasi lokal.
Oleh Mathias Hariyadi, LiCAS News
Inisiatif advokasi ini didukung oleh 76 peserta pada pertemuan nasional ketiga GLSI yang diselenggarakan pada tanggal 24-27 Oktober di Kalianda, Provinsi Lampung.
Pertemuan tersebut, yang dihadiri oleh berbagai pemimpin agama dan awam, menyoroti perlunya memperluas jangkauan Gerakan Laudato Si', yang didasarkan pada ensiklik Paus Fransiskus tahun 2015 yang menyerukan kepedulian terhadap ciptaan.
Inisiatif akar rumput yang diusulkan ini bertujuan untuk memobilisasi lebih banyak masyarakat Indonesia dalam aksi dan pengelolaan lingkungan hidup secara langsung, yang mencerminkan misi inti GLSI.
Tumbuhnya Dukungan dari Pemimpin Gereja
Uskup Allwyn D'Silva, uskup emeritus Mumbai dan perwakilan dari Kantor Pengembangan Manusia-Perubahan Iklim (OHD-CCD) Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC), menyerukan keterlibatan yang lebih langsung dengan komunitas yang menderita ketidakadilan iklim .
“Bertemu langsung dengan para korban perusakan ekologi akan memperdalam pemahaman kita mengenai isu-isu tersebut dan memperkuat misi kita dengan tujuan. Beginilah semangatnya Laudato si' menjadi bermakna,” kata Uskup D'Silva.
Uskup Tanjungkarang Vincensius Setiawan juga berbicara pada pertemuan tersebut, menekankan dasar teologis bagi tindakan lingkungan hidup.
“Sebagai umat Kristiani, kita dipanggil untuk berpartisipasi dalam karya Tuhan melalui kepedulian kita terhadap seluruh ciptaan,” katanya dalam homili pada pembukaan Ekaristi.
Gerakan Muda dengan Misi Konversi Ekologis
GLSI, yang didirikan pada 10 April 2021, merupakan bagian dari Gerakan Laudato Si' global yang didirikan pada tahun 2015. Misinya, menurut koordinator GLSI CP Lilik Krismantoro, adalah untuk mendorong “pertobatan ekologis” dan menumbuhkan perilaku pro-lingkungan di kalangan masyarakat Indonesia.
“Kami ingin mendorong gaya hidup yang selaras dengan nilai-nilai pelestarian lingkungan,” kata Krismantoro kepada LiCAS News.
Pertemuan baru-baru ini merupakan kelanjutan dari pertemuan nasional sebelumnya di Banjarnegara pada bulan Oktober 2022 dan Purwokerto pada bulan Agustus 2023, menandai ketiga kalinya anggota GLSI dari seluruh nusantara berkumpul untuk menyusun strategi dan membangun jaringan untuk tujuan mereka.
Meningkatnya Kesadaran Lingkungan di Kalangan Umat Katolik
Para pembicara dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan berbagai kelompok Katolik berbagi pandangan mereka mengenai pentingnya perlindungan lingkungan, yang mencerminkan meningkatnya kesadaran di dalam Gereja.
“Laudato si' telah menjadi seruan bagi umat Katolik di Indonesia, mendesak kita semua untuk menyadari pentingnya kepedulian terhadap lingkungan,” kata Krismantoro, seraya menambahkan bahwa ensiklik tersebut telah mendorong “kewaspadaan moral” mengenai dampak kebiasaan sehari-hari terhadap lingkungan.
Inisiatif Praktis dan Panggilan untuk Hari Penciptaan
Pertemuan tersebut menyoroti inisiatif baru-baru ini, termasuk upaya pembersihan cepat yang dilakukan GLSI setelah Misa publik bersama Paus Fransiskus di Stadion Olahraga GBK Senayan Jakarta, di mana ratusan anggota GLSI mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang.
Sebagai bagian dari misi GLSI yang lebih luas, KWI mengusulkan untuk menetapkan tanggal 1 September sebagai hari raya nasional untuk merayakan penciptaan dalam kalender liturgi tahunan Gereja.
Peserta pertemuan Kalianda juga turun ke garis pantai terdekat, mengumpulkan sampah dalam latihan langsung yang menekankan perlunya tindakan langsung. “Kami bersama-sama mengumpulkan sedikitnya 24 kontainer sampah di sepanjang pesisir pantai Ketang,” kata Krismantoro.
Artikel ini awalnya diterbitkan pada https://www.licas.news/. Semua hak dilindungi undang-undang. Publikasi ulang yang tidak sah oleh pihak ketiga tidak diperbolehkan.