Kurang dari sebulan setelah pelantikannya sebagai presiden kedelapan Indonesia, Prabu Subianto akan menemukan dirinya di podium internasional di Peru dan Brasil pada bulan November. Dalam lawatan ke Amerika Latin ini, Presiden akan mendapat kesempatan untuk menyampaikan pidato kepada khalayak global mengenai arah kebijakan luar negerinya untuk lima tahun ke depan.
Presiden dan rombongan akan terbang ke Peru untuk menghadiri pertemuan puncak tahunan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) yang beranggotakan 21 negara dan kemudian Kelompok 20 (G20) di Brasil. Kedua organisasi multilateral tersebut merupakan kelompok yang tidak mengikat. Meskipun keanggotaan APEC didasarkan pada posisi geografisnya, keanggotaan G20 ditentukan oleh PDB anggotanya.
Menurut situs resminya, meskipun keputusan G20 tidak mengikat secara hukum, negara-negara anggota membuat komitmen sukarela, yang mempunyai bobot politik yang cukup besar. Keputusan dilaksanakan oleh badan terkait, seperti Dana Moneter Internasional atau Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan.
KTT G20 tahun ini sangat penting mengingat perkembangan yang terjadi di seluruh dunia, termasuk di Timur Tengah. Tahun lalu, India menjadi tuan rumah pertemuan puncak tersebut. Selama bertahun-tahun, apa yang semula dimaksudkan sebagai pertemuan untuk isu-isu ekonomi dan perdagangan telah berkembang menjadi sebuah pertemuan informal yang secara kolektif mengarahkan arah tata kelola global secara lebih luas, menangani segala hal mulai dari tata kelola kesehatan global hingga situasi konflik.
Salah satu momen paling kritis bagi G20 terjadi pada tahun 2022 ketika Rusia menginvasi Ukraina. Negara-negara Barat mengancam akan memboikot KTT tersebut ketika Indonesia sebagai tuan rumah mengundang Presiden Vladimir Putin ke Bali. Untungnya pertemuan tersebut berjalan lancar, setelah Putin menyatakan ketidakhadirannya di Bali.
Salah satu fokus terbesarnya adalah pemulihan pandemi COVID-19. Meskipun upaya ini kini secara aktif dikembangkan di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kekhawatiran terhadap pandemi berikutnya memerlukan proaktif dalam memastikan ketahanan melalui kerja sama. Dalam hal ini, advokasi untuk mempercepat penyelesaian dan ratifikasi perjanjian pandemi, serta instrumen-instrumen terkait lainnya, sangatlah penting.
Sehubungan dengan hal ini, kelompok kerja termasuk Youth 20, telah mengeluarkan komunike berbasis konsensus, sebagai masukan mengenai berbagai isu prioritas yang harus ditangani oleh para pemimpin di Brasil. Salah satu isu yang terus berlanjut bahkan di antara anggota G20 adalah arsitektur ekonomi dan perdagangan global.