Banjir dan lahar dingin dari gunung berapi Marapi menewaskan 41 orang

Setidaknya 41 orang tewas setelah banjir bandang dan “lahar dingin” yang mengalir dari gunung berapi menghantam pulau Sumatra di Indonesia bagian barat.

Hujan deras yang turun selama berjam-jam pada hari Sabtu menyapu hujan abu dan batu menuruni Gunung Marapi, gunung berapi paling aktif di Sumatra.

Tanah longsor menggenangi dua distrik, menewaskan banyak orang, serta merusak lebih dari 100 rumah, masjid, dan fasilitas umum.

Tujuh belas orang masih hilang.

Para penyintas menceritakan bagaimana mereka melarikan diri saat “lahar dingin” – campuran material vulkanik dan kerikil yang mengalir menuruni lereng gunung berapi saat hujan – mengalir menuju rumah mereka.

“Saya mendengar suara gemuruh dan suara seperti air mendidih. Itu suara batu besar jatuh dari Gunung Marapi,” kata Rina Devina, seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun asal Kabupaten Agam kepada kantor berita AFP.

“Saat itu gelap gulita, jadi saya menggunakan ponsel sebagai senter. Jalanan berlumpur, jadi saya terus-terusan melantunkan mantra 'Tuhan, kasihanilah',” kata Ibu Devina.

Ibu tiga anak itu menambahkan bahwa rumah tetangganya telah “diratakan oleh batu-batu besar” dan empat tetangganya tewas.

Frasa lahar dingin merupakan terjemahan dari istilah “lahar” dalam bahasa Indonesia dan Tagalog. Suhu berkisar antara 0°C hingga 100°C, tergantung pada bagaimana lahar tersebut terbentuk, tetapi biasanya di bawah 50°C, menurut beberapa laporan akademis tentang fenomena tersebut.

Lahar yang bergerak menyerupai “bubur beton basah yang bergolak” yang dapat bertambah volumenya saat menggabungkan puing-puing lain di jalurnya, kata Survei Geologi AS.

Hingga Minggu sore, tim penyelamat telah menemukan 19 jenazah di Desa Canduang, Kabupaten Agam yang paling parah terkena dampak, dan menemukan sembilan jenazah lainnya di Kabupaten Tanah Datar, menurut Badan SAR Nasional.

Berliana Reskyka, warga Agam lainnya, bercerita tentang pengalamannya membantu tetangganya yang terluka.

“Ada yang menangis histeris karena ada anggota keluarganya yang belum ditemukan. Ada juga yang mendapati orang yang mereka sayangi telah meninggal dunia,” tutur Berliana kepada BBC Indonesia.

Banjir bandang ini merupakan bencana alam terbaru dari serangkaian bencana yang sebagiannya disebabkan oleh aktivitas manusia, demikian disampaikan para pakar lingkungan kepada BBC Indonesia.

“Banjir bandang dan longsor lahar dingin terus berulang dan semakin parah akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang serampangan,” kata Wengki Purwanto, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WAH) Sumatera Barat.

“Akibatnya, bencana terus berulang setiap tahun. Bahkan, frekuensinya semakin meningkat setiap tahun. Jarak antara satu bencana dengan bencana berikutnya semakin dekat,” katanya.

Daerah sekitar Gunung Marapi telah mengalami beberapa bencana serupa dalam enam bulan terakhir.

5 Desember lalu, 23 pendaki tewas saat gunung berapi itu meletus pada bulan Februari tahun ini, banjir bandang merusak puluhan rumah di Tanah Datar.

Bulan lalu, letusan beberapa hari lalu melemparkan awan abu besar – hingga ketinggian 2 km – ke langit. Penerbangan di wilayah tersebut terganggu, jalan ditutup, dan lebih dari 11.000 orang diminta mengungsi.

Marapi diterjemahkan dari bahasa Minang setempat menjadi “Gunung Api”.

Sumber