Semakin banyak warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang menduduki jabatan politik

Oktober ini, Kevin Wu yang berusia 45 tahun akan bertugas di DPRD DKI Jakarta untuk pertama kalinya, menjadi bagian dari minoritas pejabat terpilih etnis Tionghoa di badan legislatif Indonesia. Wu telah menjadi pendukung setia hak-hak warga Tionghoa-Indonesia sejak 2008 dan membantu mendirikan rumah ibadah Buddha di negara yang mayoritas penduduknya Muslim itu. Sekarang, ia adalah seorang pengusaha yang mengadvokasi usaha kecil.

“Jika kita menyaksikan ketidakadilan, kita punya dua pilihan: menerima nasib atau berjuang dan berharap perubahan. Saya memilih yang terakhir,” katanya.

Wu mengatakan dia terinspirasi untuk memperjuangkan hak-hak warga Tionghoa-Indonesia oleh mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, yang dikenal karena dukungannya terhadap toleransi etnis dan agama.

Pada bulan Februari, hampir 205 juta penduduk Indonesia telah memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilihnya di pemilu. pemilihan presiden dan parlemen. Menurut sensus terakhir tahun 2010, 1,2% dari total penduduk Indonesia adalah etnis Tionghoa, yakni lebih dari 2,8 juta orang.

Johanes Herlijanto, Ketua Forum Sinologi Indonesia, kelompok yang berupaya memajukan hubungan Indonesia-Tiongkok, mengatakan pada pemilihan kali ini ia melihat lebih banyak nama Politisi Tionghoa-Indonesia bersaing memperebutkan 500 kursi di Parlemen nasional serta di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Provinsi, dan Dewan Lokal dibandingkan dengan pemilihan parlemen tahun 2019.

Herlijanto mengatakan bahwa aktivisme politik di kalangan komunitas Tionghoa-Indonesia menguat dalam 26 tahun terakhir, sejak kerusuhan Jakarta pada Mei 1998 yang menyebabkan banyak warga Tionghoa Indonesia mengalami persekusi. Ia mengatakan ia telah melihat lebih banyak warga Tionghoa Indonesia yang menduduki jabatan publik mulai dari bupati, wali kota, dan legislatif.

Herlijanto menjelaskan, sudah ada organisasi yang memberikan pendidikan politik kepada warga negara Indonesia keturunan Tionghoa sejak akhir tahun 1990-an.

“Hal ini memungkinkan warga negara Indonesia Tionghoa yang sebelumnya merasa kurang nyaman, untuk terlibat dalam politik, kini dapat dipilih dan berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai politisi,” ungkapnya.

Selama puluhan tahun, di bawah Presiden Suharto, banyak warga negara Indonesia Tionghoa menghadapi diskriminasi, penganiayaan, dan pembatasan sosial, seperti dilarang menggunakan nama Tionghoa mereka, menjalankan kepercayaan tradisional mereka, memamerkan budaya Tionghoa, dan mendapatkan pengakuan penuh kewarganegaraan mereka.

Baru setelah mantan Presiden Wahid berkuasa pada bulan Oktober 1999, diskriminasi pemerintah terhadap warga negara Indonesia Tionghoa dihapuskan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 6, yang melindungi hak-hak minoritas. Wahid – yang biasa dikenal sebagai “Gus Dur” – adalah mantan pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, dan memiliki keturunan Tionghoa, Arab, dan Jawa.

Wu bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia, atau PSI, pada tahun 2024, yang didirikan oleh seorang pembawa berita TV Tionghoa Indonesia yang beralih menjadi politisi, dan mengatakan bahwa ia tertarik dengan lingkungan kerja yang dinamis seperti “perusahaan rintisan” dan pendekatan idealis terhadap politik. Wu juga merupakan anggota Ikatan Pengusaha Muda dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

“Saya sangat ingin mendukung industri yang membuka lebih banyak lapangan pekerjaan, menyediakan program pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, dan mempermudah proses pengajuan izin usaha dan industri,” ujarnya kepada VOA.

Kevin Wu berkampanye di Kecamatan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat, pada 9 Februari 2024.

Kevin Wu berkampanye di Kecamatan Wijaya Kusuma, Jakarta Barat, pada 9 Februari 2024.

Daniel Johan, 52, seorang penganut Buddha, telah menjadi legislator selama dekade terakhir dan akan menjalani masa jabatan ketiganya untuk Partai Kebangkitan Indonesia, PKB, pada Oktober 2024. Ia mengatakan Gus Dur dan pemimpin PKB lainnya, Muhaimin Iskandar, keduanya menginspirasinya.

Johan aktif di Ikatan Marga Tionghoa Indonesia dan menyampaikan kepada VOA bahwa butuh waktu berbulan-bulan bekerja di komunitas tersebut agar konstituennya, yang sebagian besar beragama Islam di Kalimantan Barat, percaya dan memilih politisi Tionghoa Indonesia.

“Pada periode ini, saya akan menangani isu-isu terkait ketahanan pangan, kemandirian pangan, serta peningkatan pengelolaan sumber daya alam dan pengawasan pelaksanaan UU Pertambangan Mineral dan Batubara,” ujarnya.

Meskipun aktivisme dan keterlibatan politik meningkat di komunitas Tionghoa Indonesia, politisi dan pemimpin asosiasi Tionghoa di Indonesia masih menyadari bahwa stereotip masih ada, terutama di daerah pedesaan.

Daniel Johan menyapa Habib Ridho bin Yahya di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 20 Februari 2023.

Daniel Johan menyapa Habib Ridho bin Yahya di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 20 Februari 2023.

Herlijanto mengatakan bahwa tim kampanye ketiga calon presiden dalam pemilu baru-baru ini memiliki pendukung Tionghoa Indonesia, “sehingga mengambil politik identitas yang memecah belah bukanlah strategi politik yang bijaksana.”

Namun, keadaan bisa berbalik melawan minoritas etnis dan agama jika politik identitas yang memecah belah digunakan lagi dalam pemilihan mendatang. Herlijanto mencatat kasus mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, seorang gubernur Tionghoa-Kristen yang dikenal sebagai “Ahok,” yang dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada tahun 2017 berdasarkan undang-undang penistaan ​​agama Indonesia, berdasarkan klaim bahwa ia menghina Al-Quran selama kampanye pemilihannya kembali. Ahok membantah melakukan kesalahan.

“Meskipun radikalisme yang berlandaskan keyakinan agama, atau penafsiran sempit tentang nasionalisme, telah memudar dalam beberapa tahun terakhir, kemunculannya kembali mungkin saja terjadi dan merupakan masalah yang diwaspadai oleh warga Tionghoa Indonesia. Itulah mengapa penting bagi warga Tionghoa Indonesia untuk bersikap inklusif, memperjuangkan kesetaraan dan kesejahteraan, serta menunjukkan bahwa kami mendukung semua warga Indonesia,” kata Herlijanto.

I Wayan Suparmin, ketua Ikatan Tionghoa Indonesia di Jakarta, mengatakan warga Tionghoa Indonesia harus berusaha untuk lebih inklusif di lingkungan mereka dan lebih memahami bahwa dalam suatu komunitas, kehidupan setiap orang benar-benar saling terkait. Sebuah gagasan yang disetujui Johan, “Ke depannya, politisi Tionghoa-Indonesia perlu lebih tulus, rendah hati, dan menghindari penipuan atau skandal. Mayoritas orang dapat merasakan ketulusan dan niat politisi.”

Sumber