Apakah gaya hidup bebas sampah benar-benar berkelanjutan? | blog

Dalam beberapa tahun terakhir, gerakan nihil sampah (zero waste) telah mendapatkan momentum yang signifikan seiring dengan semakin tingginya refleksi masyarakat terhadap dampak lingkungan di balik tindakan mereka sehari-hari. Gerakan ini khususnya mendapatkan perhatian di media sosial, di mana para influencer zero-waste memberikan “hari-hari dalam hidup.” Mereka memfilmkan diri mereka sendiri sedang mengisi stoples di toko kelontong, mengemas makanan dalam tas kanvas, dan menyeruput minuman dari sedotan logam. Secara keseluruhan, mereka mampu memasukkan sampah senilai satu tahun ke dalam satu stoples yang rata-rata konsumen hanya membutuhkan waktu kurang dari satu hari untuk mengisinya. Namun, jika dicermati lebih dalam mengenai gaya hidup nihil sampah, apakah gaya hidup tersebut benar-benar bermanfaat bagi lingkungan?

Barang-barang yang dapat digunakan kembali di balik gerakan nol sampah sering kali membawa jejak karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan barang-barang plastik konvensional. Misalnya, tas jinjing perlu digunakan 7.100 kali untuk mengimbangi karbon dari kantong plastik tradisional. Sedotan kaca perlu digunakan sebanyak 45 kali untuk mengimbangi jejak karbon sedotan plastik. Namun, perlu dipertanyakan apakah rata-rata konsumen akan secara konsisten membawa tas jinjing yang sama sebanyak 7.100 kali saat berbelanja. Terlebih lagi, dengan banyaknya influencer zero-waste yang mengilustrasikan koleksi barang-barang mereka yang sangat banyak, timbul pertanyaan apakah “barang-barang yang dapat digunakan kembali” benar-benar ramah lingkungan atau hanya untuk ditampilkan sebagai barang ramah lingkungan untuk estetika media sosial.

Ada banyak aspek di mana gerakan zero waste benar-benar bermanfaat bagi lingkungan. Gaya hidup ini menekankan pada pembuatan tempat sampah kompos, yang mengurangi sampah TPA dan menciptakan tanah yang kaya nutrisi untuk berkebun. Hal ini tidak hanya mengurangi berbagai bentuk limbah, namun juga mendorong perilaku berkelanjutan dan keanekaragaman hayati. Gerakan ini juga memiliki banyak solusi yang dapat dilakukan sendiri seperti membuat bungkus lilin lebah, produk kecantikan, dan produk pembersih sendiri, yang secara signifikan mengurangi jejak karbon dengan biaya yang sangat murah. Selain itu, dengan banyaknya toko yang mengenakan biaya untuk kantong plastik sekali pakai dan memberikan diskon bagi orang-orang yang membawa tas yang dapat digunakan kembali, berinvestasi pada kantong plastik yang dapat digunakan kembali dari waktu ke waktu sebenarnya menguntungkan secara finansial meskipun harus mengeluarkan biaya di muka.

Meskipun gerakan nihil sampah itu sendiri mungkin terlalu fokus pada penafsiran media sosial, gerakan ini paling efektif karena mendorong komitmen konsumen terhadap pelestarian lingkungan. Ketika masyarakat mulai menerapkan gaya hidup ini, hal ini membuka jalan baru bagi mereka yang berkelanjutan seperti membuat taman dari kompos yang mereka buat. Yang paling penting, gerakan ini menekankan pengurangan daripada penggunaan kembali ketika membeli barang baru. Daripada membeli satu set perkakas baru, cukup cuci perkakas plastik dari toko kelontong atau gunakan kembali kantong plastik belanjaan. Tentu saja, lingkungan hidup tidak harus menjadi gaya hidup estetis. Hal ini bisa membosankan dan membutuhkan pemikiran yang disengaja dalam setiap tindakan kecil yang diambil dalam setiap aspek kehidupan.

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here