Home Gaya Hidup Bagaimana urbanisasi, genetika, dan gaya hidup memicu peningkatan obesitas global – Firstpost

Bagaimana urbanisasi, genetika, dan gaya hidup memicu peningkatan obesitas global – Firstpost

0
3
Bagaimana urbanisasi, genetika, dan gaya hidup memicu peningkatan obesitas global – Firstpost

Dalam beberapa dekade terakhir,
kegemukan telah berkembang dari masalah kesehatan masyarakat yang bersifat lokal menjadi epidemi internasional. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 1 dari 8 orang di seluruh dunia hidup dengan obesitas. Obesitas orang dewasa meningkat dua kali lipat sejak tahun 1990, dan obesitas remaja meningkat empat kali lipat dalam periode yang sama. Secara total, 2,5 miliar orang dewasa diklasifikasikan sebagai kelebihan berat badan pada tahun lalu, termasuk 890 juta orang yang hidup dengan obesitas.

Negara-negara dengan tingkat gabungan kekurangan berat badan dan obesitas tertinggi pada tahun 2022 adalah negara kepulauan di Pasifik dan Karibia serta negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Menurut data, di antara orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, 43% mengalami kelebihan berat badan, dan 16% mengalami obesitas. Angka untuk anak-anak juga sama memprihatinkannya—37 juta anak di bawah usia 5 tahun dilaporkan mengalami kelebihan berat badan pada tahun 2022. Selain itu, lebih dari 390 juta anak dan remaja berusia 5 hingga 19 tahun mengalami kelebihan berat badan, dan 160 juta di antaranya hidup dengan obesitas.

Sementara angka obesitas di India juga menunjukkan arah yang meningkat. Menurut Survei Kesehatan Keluarga Nasional (NFHS-5) 2019-2021, sekitar 24% wanita dan 22,9% pria berusia 15–49 tahun kini dianggap kelebihan berat badan atau obesitas, yang menunjukkan peningkatan dari survei sebelumnya pada tahun 2015-16, yaitu 20,6 % perempuan dan 18,9% laki-laki terkena dampaknya.

Tonton Juga: Obesitas Telah Menjadi Krisis Kesehatan Masyarakat dengan Lebih Banyak Anak Muda dalam Bahaya | Keuntungan dengan Palki Sharma

Obesitas kini dikenal sebagai kondisi kesehatan serius yang meningkatkan risiko penyakit jantung, diabetes tipe 2, stroke, dan bahkan kanker.

Dr Mohit BhandariKepala Ahli Bedah Bariatrik di Pristyn Care berbagi wawasan dengan Firstpost tentang berbagai aspek seputar masalah ini.

Perubahan pola makan

Dr Bhandari: Mungkin, penyebab paling penting dari meningkatnya gelombang obesitas ini adalah perubahan dramatis pola makan global. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan urbanisasi, pola makan yang kaya akan buah-buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian digantikan oleh makanan yang diproses, berkalori tinggi, dan sarat gula. Jaringan restoran cepat saji, minuman manis, dan makanan ringan olahan menjadi lebih mudah diakses dan terjangkau di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Hal ini disebabkan oleh pola makan yang tinggi energi dan rendah nutrisi yang memicu kenaikan berat badan dan obesitas, khususnya di perkotaan.

Meningkatnya tren gaya hidup sedentary

Dr Bhandari: Faktor penting lainnya adalah meningkatnya tren gaya hidup sedentary. Penemuan teknologi modern telah sepenuhnya mengubah cara hidup, bekerja, berkomunikasi, dan menghibur diri seseorang. Namun, hal ini sangat mengurangi kebutuhan akan latihan fisik. Pekerjaan seperti di kantor, berbelanja di internet, dan streaming konten mendorong duduk dalam waktu lama, namun aktivitas berat dalam beberapa tahun terakhir, termasuk berjalan kaki dan melakukan gerakan fisik, telah berkurang. Pengeluaran energi yang rendah dengan konsumsi makanan yang tinggi menyebabkan penambahan berat badan.

Faktor lingkungan dan sosial ekonomi

Dr Bhandari: Lingkungan tempat tinggal seseorang juga berkontribusi terhadap terjadinya obesitas. Akibatnya, urbanisasi menciptakan kondisi yang paling menghambat aktivitas fisik aktif. Tanpa adanya ruang aman yang kondusif untuk berjalan kaki, bersepeda, atau berolahraga di banyak kota, toko serba ada dan makanan cepat saji cenderung melebihi jumlah pasar makanan segar, sehingga menciptakan efek gurun makanan (food desert effect).

Faktor genetika dan biologis

Dr Bhandari: Faktor gaya hidup dan lingkungan merupakan komponen penting dalam kasus ini, namun faktor genetik juga mempengaruhi seseorang untuk mempunyai risiko lebih tinggi terkena obesitas. Mungkin beberapa orang memiliki faktor genetik yang meningkatkan kemungkinan bertambahnya berat badan atau bahkan memiliki metabolisme yang lebih lambat. Mereka mungkin lebih peka secara biologis dan memiliki keinginan lebih kuat untuk makan lebih banyak. Masalah hormonal, seperti hipotiroidisme atau PCOS, juga menyebabkan penambahan berat badan dan menjadi tantangan bagi seseorang untuk menurunkan berat badan.

Faktor psikososial dan perilaku

Dr Bhandari: Masalah mental seperti stres, depresi, dan kecemasan memicu kondisi makan berlebihan atau makanan yang tidak dikonsumsi dengan baik sehingga menyebabkan lebih banyak kasus obesitas. Oleh karena itu, makan secara emosional adalah hal yang umum karena orang terlalu banyak makan makanan yang menenangkan yang mengandung banyak lemak dan gula, sehingga terkondisi untuk makan karena stres atau perasaan buruk. Faktor perilaku meliputi kebiasaan atau strategi makan yang buruk, seperti tidak makan pada waktu yang ditentukan, mengonsumsi makanan pada jam yang sangat larut, dan melewatkan waktu makan.

Obesitas merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain pola makan, gaya hidup, lingkungan, genetika, dan kesehatan mental. Untuk mengatasi epidemi yang semakin meningkat ini, baik individu maupun masyarakat perlu memprioritaskan kebiasaan makan yang lebih sehat, peningkatan aktivitas fisik, dan penciptaan lingkungan yang mendukung kesejahteraan. Penting untuk berfokus pada faktor-faktor kunci ini untuk mencegah dan menangani obesitas dalam skala global.

Sumber

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here