Prosedur ini sekarang diperbolehkan hingga usia kehamilan 14 minggu, namun hanya untuk keadaan darurat medis dan pemerkosaan
Indonesia akan mengizinkan perempuan melakukan aborsi hingga 14 minggu kehamilan dalam beberapa kasus, dibandingkan dengan enam minggu sebelumnya, sebagai bagian dari perubahan peraturan yang ditujukan untuk menghentikan salah satu tingkat kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara.
Aturan baru tersebut, yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Joko Widodo minggu ini, mengikuti tuntutan dari aktivis hak-hak perempuan dan praktisi kesehatan yang berpendapat bahwa aturan sebelumnya terlalu ketat dalam kasus pemerkosaan, yang menyebabkan beberapa perempuan dan anak perempuan dipenjara karena aborsi lebih dari enam minggu.
Aborsi adalah tindakan ilegal di Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, kecuali untuk keadaan darurat medis dan pemerkosaan. Meski begitu, sebuah studi tahun 2018 di Jawa, tempat tinggal hampir 60% penduduk Indonesia, memperkirakan bahwa 1,7 juta aborsi terjadi di sana setiap tahunnya.
Seruan untuk mendekriminalisasi aborsi di Indonesia meningkat setelah seorang remaja putri yang diperkosa oleh saudara laki-lakinya dijatuhi hukuman enam bulan penjara pada tahun 2018 karena menggugurkan kandungannya. Ia kemudian dibebaskan oleh pengadilan yang lebih tinggi setelah mendapat protes dari masyarakat.
Peraturan baru ini merupakan bagian dari langkah-langkah yang lebih luas yang diperkenalkan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi perempuan yang mencakup pendanaan swasta untuk rumah sakit umum. Pihak berwenang juga berupaya meningkatkan jumlah dokter dengan mendorong dokter lulusan luar negeri untuk bekerja di Indonesia, dan mengurangi biaya kuliah bagi mahasiswa kedokteran.
Indonesia hanya memiliki 6 dokter untuk setiap 10.000 orang, dibandingkan dengan 9 di Thailand dan 25 di Singapura, data Bank Dunia menunjukkan.
Dengan 189 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, Indonesia memiliki rasio kematian ibu yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di kawasan ini, menurut Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal ini menyebabkan warga Indonesia menghabiskan sekitar $11,5 miliar per tahun untuk perawatan medis di luar negeri.
Indonesia berupaya meningkatkan layanan kesehatan bagi 278 juta penduduknya, karena minimnya dokter di daerah terpencil dan lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan perawatan membuat harapan hidup di negara ini hanya 71,3 tahun pada tahun 2019. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara-negara berpendapatan menengah ke atas yang hanya 76,3 tahun.