Bos Hippindo Ungkap Penyebab RI Deflasi Lima Bulan Berturut-turut

JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi pada September 2024 sebesar 0,12 persen secara bulanan atau Month to Month (mom).

Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan Agustus 2024 yang sebesar 0,03 persen.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan deflasi pada September 2024 lebih dalam dibandingkan Agustus 2024.

Terjadi penurunan indeks harga konsumen dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada September 2024, ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 1 Oktober.

Terkait hal tersebut, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan, deflasi yang terjadi selama 5 bulan berturut-turut bukan hanya disebabkan oleh berkurangnya daya beli masyarakat, namun banyak masyarakat yang mengungsi ke berbelanja ke luar negeri untuk membeli barang impor yang murah.

Budihardjo tak memungkiri omzet Food and Beverages (FnB) pada September 2024 memang mengalami penurunan yakni sebesar 3 persen.

Sedangkan omset dari fesyen seperti pakaian dan alas kaki turun 5 persen.

Artinya, penurunan daya beli drastis masih belum bisa kita prediksi. Jadi kalau kita sampaikan, mungkin ada yang (transfer) ke online. Saya juga tanya banyak teman-teman fashion, mereka menjualnya secara online, kata Budihardjo saat ditemui. wartawan usai konferensi pers Consumer Sourcing Expo (CSE Asia) 2024 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Rabu, 9 Oktober.

Dengan beralihnya konsumsi masyarakat di pasar atau e-commerce, Budihardjo khawatir penjualan impor ilegal akan menggerus pasar Tanah Air.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah harus berperan aktif dalam menjaga perdagangan nasional dari serbuan barang impor, khususnya pada platform belanja online.

“Nah kalau sekarang konten online banyak barang ilegal itu berbahaya. Jadi pasti barang resmi, makanya kita banyak menggagas pameran untuk mendukung yang sifatnya resmi, agar bisa dijual secara legal. Perputaran uang harus dijaga di dalam negeri. Misalnya dengan banyaknya wisatawan yang masuk, jangan beli WNI di luar negeri,” ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Budihardjo mengungkapkan, dalam 6 bulan terakhir industri ritel di Malaysia mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai sekitar 11 persen karena banyak masyarakat Indonesia yang berbelanja ke negara Jiran.

“Malaysia masih bagus (pertumbuhan industri retail). 6 bulan itu dia naikkan retailnya double digit karena banyak turis yang belanja, banyak orang Indonesia yang belanja di sana. Nah, itu yang saya khawatirkan,” kata Budihardjo.

Menurut Budihardjo, deflasi yang terjadi selama 5 bulan berturut-turut bukan disebabkan menurunnya daya beli masyarakat, melainkan karena adanya peredaran uang yang memang melarikan diri ke luar negeri atau banyak masyarakat Indonesia yang justru belanja di Malaysia, Thailand atau bahkan Vietnam dan China melalui barang impornya yang murah.

“Jadi orang Indonesia, begitulah, uangnya ditangguhkan bukan di dalam negeri. Kalau ditanya daya belinya menurun? Orang Indonesia sebenarnya punya tabungan. Katanya, tabungannya berkurang, tapi kalau dilihat dari tabungan masyarakat. yang Rp5 miliar sebenarnya naik. Kemarin retail Malaysia laporannya naik 10-11 persen. Itu bukan restoran, tapi toko pakaian seperti Uniqlo. Orang Indonesia beli Uniqlo di sana, sedangkan toko fashion di Indonesia turun,” ujarnya.

Ia menilai hal itu menjadi salah satu penyebab industri fashion Tanah Air terpuruk dan pada akhirnya banyak masyarakat Indonesia yang mengungsi berbelanja ke luar negeri karena pemerintah dalam membuat peraturan membebani industri dalam negeri.

Agar industri dalam negeri bisa maju bersaing dengan negara tetangga, menjadi hal yang sulit.

“Karena izin impor, kuota impor, peraturan teknis (Pertek), jadi kita terpuruk. Kita kalah dari negara lain di luar merek. Malaysia ambil peluang atas kebijakan yang melindungi UMKM (Indonesia). Malah di mal kan, ada Tidak perlu dilindungi karena masyarakat bisa ke luar negeri. (Sementara) UMKM tidak akan ke luar negeri. Itu harus dilindungi, barang murah yang dibalas tidak bisa masuk,” jelasnya.

“Kalau merknya bagus, tas mahalnya tidak akan mengganggu UMKM. Yang saya khawatirkan justru membuat kita diam karena orang-orang belanja ke luar negeri 'oh di sini murah beli sepatu dan sebagainya',” kata Budihardjo.

Budihardjo menilai pemerintah dalam mengambil kebijakan atau regulasi tidak boleh menghambat industri tanah air.

“Misalnya penataan bahan baku produksi lokal harus dipermudah, biar bisa diproduksi pabrik. Otomatis kan, omzetnya meningkat. Importir resmi dimudahkan bayar pajak, volume perdagangannya adalah perdagangan. volumenya, bukan nilai pajaknya. Kalau omzetnya naik ya pasti bayar pajak.


Versi bahasa Inggris, Cina, Jepang, Arab, dan Prancis dibuat secara otomatis oleh AI. Jadi mungkin masih ada ketidakakuratan dalam penerjemahan, harap selalu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama kami. (sistem didukung oleh DigitalSiber.id)



Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here