Imbas Terlalu Bergantung pada Pasar Cina

JAKARTA – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai perlambatan pertumbuhan ekspor Indonesia disebabkan ketergantungan Indonesia terhadap pasar ekspor China.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan, ekspor Indonesia ke China sepanjang 2024 hanya sebesar 22,5 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding Malaysia, Thailand, dan Filipina yang hanya berkisar 10 hingga 12 persen.

“Ketika ketergantungan ekspor ini sangat tinggi dan di saat yang sama negara tujuan ekspor China sedang mengalami pelemahan permintaan, itu akan mempengaruhi kinerja ekspor kita. Itulah sebabnya mengapa ekspor berjalan lambat,” ujarnya dalam diskusi Mitigasi Risiko Ekonomi Menjelang Pemerintahan Baru, di Jakarta, Selasa, 23 Juli.

Faisal menjelaskan, pelemahan ekspor Indonesia terjadi pada berbagai komoditas andalan ekspor, terutama di sektor manufaktur. Misalnya, seperti besi dan baja, hingga kuartal II 2024 pertumbuhannya masih terkontraksi.

“Minus 26,9 persen, yang naik hanya ekspor komoditas, bahan bakar mineral, dan CPO. Jadi yang harus kita dorong justru manufaktur yang kontraksi,” jelasnya.

Di sisi lain, Faisal mengatakan pelemahan permintaan di China terjadi karena adanya kelebihan pasokan. Terutama di sektor manufaktur, yang produksinya telah melampaui kebutuhan domestik China.

Karena kondisi tersebut, lanjut Faisal, pemerintah China memutuskan mengekspor barang manufakturnya ke berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Over supply yang kemudian diarahkan oleh China atau diekspor ke luar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Jadi ini juga menjadi salah satu isu yang paling ramai sekarang kalau kita perhatikan, terutama di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang padat,” jelasnya.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan dampak impor Indonesia dari China juga meningkat, terutama di sektor TPT. Di mana impor dari China mencapai 35,5 persen pada kuartal kedua tahun ini.

“Meskipun ekspornya jauh lebih rendah dari itu, ke China hanya 26 persen. Pangsa pasarnya dibanding impor dari China di pasar Indonesia adalah 41 persen untuk produk tekstil dan beberapa kain umumnya sudah jadi,” jelasnya.


Versi bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Arab, dan Prancis dibuat secara otomatis oleh AI. Jadi mungkin masih ada ketidakakuratan dalam penerjemahan, mohon selalu gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama kami. (sistem didukung oleh DigitalSiber.id)



Sumber