Indonesia incar 'susu ikan' untuk skema makanan gratis Prabowo, tapi beberapa pakar tidak setuju

MANFAAT KESEHATAN ATAU GIMMICK?

Ibu Puji Lestari, pakar pertanian di Badan Riset dan Inovasi Nasional, mengatakan produk tersebut memiliki sejumlah manfaat kesehatan yang melebihi susu sapi.

“Kelebihannya dibanding susu sapi biasa adalah tidak mengandung alergen jika Anda alergi laktosa. Jadi aman untuk penderita intoleransi laktosa, karena ikan tidak mengandung laktosa,” kata Ibu Puji kepada kantor berita Antara, Rabu (11/9).

Menurut Ibu Puji, “susu ikan” memiliki asam amino esensial dan nonesensial, serta peptida yang sangat baik untuk kekebalan tubuh. Susu ikan mudah dicerna dan jika dibuat dari ikan berlemak, produk tersebut akan mengandung asam lemak omega-3.

“Saya akui istilah 'susu' mungkin kurang tepat. Namun, mengingat manfaatnya bagi kesehatan dan potensinya yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagai negara maritim, produk ini dapat menjadi diversifikasi produk kaya protein untuk menggantikan susu sapi,” kata Ibu Puji.

Ia menambahkan: “Apalagi kita masih belum bisa memproduksi cukup susu sapi di dalam negeri.”

Pakar dari Departemen Gizi Masyarakat, IPB University, Profesor Hardinsyah yang akrab disapa Hardinsyah mengatakan, definisi susu perlu diperjelas.

“Jadi, 'susu ikan' lebih tepat disebut 'ekstrak ikan' atau 'susu ikan analog',” kata Prof Hardinsyah, Rabu, seperti dikutip Kompas.

Produsen “Ikan Bandeng” Berikan Protein Initiative, CEO Maqbulatin Nuha pada hari Selasa mengatakan kandungan gizi dalam satu gelas susu ikan setara dengan dua gelas susu sapi, seperti dilansir media lokal Tribun.

Namun Prof. Hardinsyah yang juga Ketua Ikatan Ahli Gizi Perguruan Tinggi Indonesia mengatakan, meski zat gizi makro pada produk tersebut dapat menggantikan zat gizi makro yang terdapat pada susu sapi, namun kandungan zat gizi mikronya mungkin berbeda.

Makronutrien adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar, seperti lemak, protein, dan karbohidrat. Mikronutrien sebagian besar berupa vitamin dan mineral, dan umumnya dikonsumsi dalam jumlah yang sangat sedikit.

Dokter spesialis gizi klinis Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo yang juga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Nurul Ratna Mutu Manikam mengatakan, susu hanya pelengkap asupan gizi seseorang.

Asupan gizi seimbang yang diperoleh dari konsumsi langsung protein hewani dari makanan utuh seperti daging ayam, daging sapi, dan telur, lebih efektif dan praktis untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, tambahnya.

Prof Hardinsyah mempertanyakan keberlanjutan produk ekstrak ikan karena untuk menghasilkan ekstrak ikan dalam jumlah yang dibutuhkan dibutuhkan banyak ikan.

“Jangan sampai karena banyak ikan yang dimanfaatkan, harga ikan di pasaran ikut terpengaruh. Kalau harga ikan mahal, daya beli masyarakat akan turun sehingga konsumsi ikan di masyarakat juga akan menurun,” katanya.

“Mengonsumsi ikan secara langsung secara utuh juga lebih baik dan praktis daripada harus diolah menjadi susu,” kata dr Nurul, seperti dilansir Kompas, Rabu.

Kontroversi terbaru telah menimbulkan keraguan mengenai kelangsungan program makanan gratis.

“Saya akan menghargai jika mereka mengakui kesalahan perencanaan mereka, daripada berusaha menyelamatkan program dengan cara apa pun dan membuatnya tampak sangat dipaksakan – dengan semua pembicaraan tentang susu, telur, susu ikan – mungkin besok keripik kecebong,” canda pengguna X @catlover17081.

Politisi Partai Gerindra, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, penggantian susu sapi dengan susu ikan merupakan ide yang muncul dari dalam diri calon pembeli. Ia menambahkan, kebijakan tersebut masih dalam tahap uji coba.

“Jadi, alternatif-alternatif tersebut merupakan aspirasi masyarakat atau hasil uji coba yang ada dan belum final,” kata Dasco, Kamis.

Sumber

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here