Indonesia Jajaki Revisi untuk Tingkatkan Program Subsidi Kredit Mikro

Indonesia sedang mempertimbangkan revisi terhadap program subsidi pinjaman mikro di tengah latar belakang penolakan regulasi terhadap usulan perpanjangan restrukturisasi pinjaman. Pertimbangan ini menyusul saran terbaru dari Presiden Joko Widodo untuk menghidupkan kembali kebijakan era COVID yang akan memungkinkan bank untuk tidak menyediakan ketentuan untuk pinjaman bermasalah, dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas dalam sistem keuangan selama periode arus keluar modal.

Namun, badan pengawas keuangan negara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mengindikasikan kemungkinan tidak akan mendukung langkah ini, dengan menegaskan bahwa sektor perbankan masih cukup kuat.

Situasi yang berkembang ini telah memicu tinjauan komprehensif terhadap peraturan saat ini yang mengatur program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang memberikan suku bunga bersubsidi untuk pinjaman mikro dan kecil, untuk lebih baik mengatasi meningkatnya tuntutan perlindungan kredit dan potensi peningkatan pinjaman macet.

Dalam artikel ini, kami membahas potensi revisi program subsidi pinjaman mikro di Indonesia, perdebatan mengenai penerapan kembali kebijakan restrukturisasi pinjaman era COVID, dan implikasinya bagi usaha mikro.

Latar belakang

Pandemi COVID-19 yang mulai terjadi di Indonesia pada bulan Maret 2020 telah mengakibatkan berbagai sektor mengalami gangguan yang berdampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat dan aktivitas ekonomi. Untuk menekan penyebaran virus tersebut, pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan perlambatan ekonomi yang signifikan dan menyebabkan resesi. Menurut laporan Agustus 2020 laporan Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia terkontraksi 5,32 persen secara tahunan pada triwulan II 2020, setelah pada triwulan I tumbuh 2,97 persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 5,02 persen. Penurunan ekonomi ini terutama dialami oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang banyak terpaksa tutup atau beroperasi dengan omzet yang menurun drastis.

Menanggapi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh UMKM, pemerintah Indonesia meluncurkan sejumlah langkah, termasuk Program Bantuan Presiden Produktif untuk Usaha Mikro (BPUM). Diluncurkan pada 14 Juli 2020, BPUM bertujuan untuk memberikan bantuan modal kerja yang penting bagi para pengusaha mikro. Inisiatif ini merupakan bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), yang dirancang untuk mendukung usaha-usaha yang paling rentan terdampak pandemi.

BPUM menyasar usaha mikro, terutama yang secara tradisional tidak memiliki akses perbankan atau berbadan hukum resmi. Program ini bertujuan untuk membantu usaha mikro rumahan dan usaha sektor informal lainnya, dengan memastikan mereka dapat mengakses dukungan keuangan yang diperlukan. Pada akhir tahap awalnya, BPUM menargetkan untuk menjangkau 9,1 juta usaha mikro dengan total alokasi anggaran sebesar 22,01 triliun rupiah, yang kemudian meningkat menjadi 28,8 triliun rupiah (US$1,7 miliar) untuk memberi manfaat bagi 12 juta usaha mikro.

Bantuan yang diberikan dalam BPUM adalah hibah tunai satu kali sebesar 2,4 juta rupiah (US$148) per pengusaha mikro yang memenuhi syarat. Agar memenuhi syarat, bisnis harus memenuhi beberapa kriteria, termasuk menjadi warga negara Indonesia dengan nomor identifikasi yang valid dan memiliki usaha mikro. Dana tersebut dicairkan langsung ke rekening bank penerima manfaat, memastikan penyaluran yang cepat dan efisien.

Kemungkinan dampak kebijakan terhadap UMKM jika diberlakukan kembali

Jika pemerintah Indonesia memberlakukan kembali kebijakan restrukturisasi pinjaman era COVID, hal itu dapat berdampak signifikan terhadap UMKM. Kebijakan ini, yang awalnya diperkenalkan selama pandemi untuk memitigasi kemerosotan ekonomi, memungkinkan bank untuk menghindari pencadangan untuk pinjaman bermasalah, sehingga membantu menjaga likuiditas dalam sistem perbankan.

Di sisi positifnya, dampak positifnya meliputi:

  • Peningkatan likuiditas dan akses kredit: Menerapkan kembali kebijakan ini dapat memastikan bahwa bank tetap likuid, yang berpotensi memudahkan usaha mikro untuk mengakses kredit. Dengan lebih banyak dana yang tersedia, bank mungkin lebih bersedia memberikan pinjaman kepada usaha kecil yang sering dianggap berisiko lebih tinggi.
  • Stabilitas keuangan: Bagi usaha mikro yang sedang berjuang dengan pinjaman yang ada, kebijakan restrukturisasi dapat memberikan keringanan yang sangat dibutuhkan. Kebijakan ini akan memungkinkan usaha-usaha ini untuk menegosiasikan kembali persyaratan pinjaman, yang berpotensi menurunkan pembayaran bulanan dan memperpanjang jangka waktu pembayaran, yang dapat membantu mereka mengelola arus kas secara lebih efektif.
  • Kelanjutan operasi bisnisDengan mengurangi tekanan keuangan langsung pada usaha mikro, kebijakan ini dapat membantu banyak usaha kecil untuk terus beroperasi, mempertahankan pekerjaan, dan mempertahankan aktivitas ekonomi di tingkat akar rumput.

Pada saat yang sama, para pengkritik kebijakan pemulihan ini berpendapat bahwa kebijakan ini juga dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, termasuk:

  • Potensi bahaya moral: Beberapa bankir berpendapat bahwa penerapan kembali kebijakan tersebut dapat menimbulkan bahaya moral, di mana peminjam mungkin terdorong untuk mengambil pinjaman yang lebih berisiko dengan harapan bahwa pinjaman tersebut dapat direstrukturisasi lagi di masa mendatang. Hal ini dapat menyebabkan praktik peminjaman dan pemberian pinjaman yang tidak bertanggung jawab.
  • Berkurangnya insentif untuk bersikap hati-hati: Kebijakan tersebut dapat mengurangi insentif bagi usaha mikro untuk mengelola keuangan mereka secara bijaksana jika mereka percaya bahwa restrukturisasi pinjaman akan selalu menjadi pilihan. Hal ini dapat merusak stabilitas dan keberlanjutan keuangan jangka panjang.
  • Keengganan bank untuk memberikan pinjaman: Meskipun ada kebijakan tersebut, bank mungkin akan lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada usaha mikro karena risiko kredit macet (NPL) yang dianggap lebih tinggi. Hal ini berpotensi menghambat tujuan kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan kredit.

Konteks dan pertimbangan saat ini

Data menunjukkan rasio NPL bruto sektor perbankan telah menurun menjadi sekitar 2,33 persen hingga April 2024, lebih rendah dari rata-rata selama pandemi. Hal ini menunjukkan sektor perbankan lebih stabil dan bank memiliki cadangan yang memadai untuk menutupi potensi kerugian.

Mengingat stabilitas ini, beberapa pihak berpendapat bahwa kebutuhan akan kebijakan semacam itu tidak terlalu mendesak saat ini, dan risiko bahaya moral mungkin lebih besar daripada manfaatnya.

Dengan pertumbuhan kredit sebesar 12,15 persen tahun-ke-tahun pada Mei 2024, melampaui target bank sentral, sektor perbankan memiliki likuiditas yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro mungkin sudah diuntungkan dari peningkatan aktivitas pinjaman tanpa perlu aturan restrukturisasi yang longgar.

Selain itu, sementara beberapa pemimpin industri seperti CEO Bank CIMB Niaga meyakini bank saat ini memiliki likuiditas yang cukup, yang lain, seperti sekretaris jenderal Asosiasi Bank-Bank Indonesia, menekankan perlunya mendukung bisnis yang masih berjuang pascapandemi.

Kesimpulannya, penerapan kembali kebijakan restrukturisasi pinjaman era COVID dapat memberikan keringanan keuangan langsung dan akses kredit yang lebih baik bagi usaha mikro, sehingga membantu pemulihan dan kelangsungan operasional mereka. Namun, kebijakan ini juga berisiko menimbulkan bahaya moral dan berpotensi mendorong perilaku keuangan yang tidak bijaksana. Menyeimbangkan manfaat dan risiko ini akan menjadi hal yang penting bagi pemerintah Indonesia dalam mempertimbangkan apakah akan menerapkan kembali kebijakan ini.

Tentang kami

ASEAN Briefing diproduksi oleh Dezan Shira & RekanPerusahaan ini membantu investor asing di seluruh Asia dan memiliki kantor di seluruh ASEAN, termasuk di SingapuraBahasa Indonesia: Kota HanoiBahasa Indonesia: Kota Ho Chi MinhDan Da Nang di Vietnam, selain Jakartadi Indonesia. Kami juga memiliki perusahaan mitra di Malaysiaitu FilipinaDan Thailand serta praktik kami di Cina Dan IndiaSilakan hubungi kami di [email protected] atau kunjungi situs web kami di www.dezshira.com.

Sumber