Indonesia mencari solusi krisis pangan

Oleh
Kantor Berita Vietnam

Kamis, 1 Agustus 2024 | 22:54 WIB

Indonesia menghadapi tantangan dalam memastikan ketahanan pangan karena populasinya diperkirakan akan terus tumbuh.

Sebuah toko beras di Jakarta, Indonesia. Foto milik AFP/VNA.

Sebuah toko beras di Jakarta, Indonesia. Foto milik AFP/VNA.

Dengan proyeksi peningkatan populasi sebesar 50 juta orang selama 20 tahun ke depan, pasokan pangan Indonesia kemungkinan akan menghadapi kekurangan yang serius. Hal ini sebagian disebabkan oleh penurunan kualitas tanah dan jumlah petani, yang menyebabkan berkurangnya hasil panen dan kenaikan harga pangan.

Menurut data Perum Bulog, risiko krisis pangan di Tanah Air kian terasa, terutama dengan menurunnya produksi pangan. Produksi beras nasional Januari hingga April 2024 turun 17,74% dibanding periode yang sama tahun lalu dari 22,55 juta ton menjadi 18,55 juta ton.

Rencana impor beras Indonesia tahun ini telah disesuaikan dari awal 2 juta ton menjadi 3,6 juta ton, menjadikannya sebagai importir beras terbesar kedua di dunia setelah Filipina, dan menjadi tergantung pada beras impor.

Meskipun telah berupaya memperbaiki keadaan, tampaknya negara Asia Tenggara itu masih bingung menentukan arah.

Untuk mengurangi ketergantungan pada impor pangan, Indonesia berencana untuk berinvestasi pada produsen daripada terus-menerus mengimpor beras dari negara tetangga guna memastikan cadangan beras yang cukup. Indonesia juga mendorong masyarakat untuk mengubah kebiasaan mengonsumsi banyak beras dan menggantinya dengan jenis pangan lain yang tersedia di dalam negeri.

Namun, para ahli berpendapat bahwa untuk mengatasi masalah ketahanan pangan, negara berpenduduk 280 juta jiwa ini harus meningkatkan produksi dalam negeri.

Mereka menegaskan bahwa benih bioteknologi yang diproduksi melalui metode rekayasa genetika merupakan harapan dan jawaban atas permasalahan pangan Indonesia, termasuk krisis pangan. Dalam kurun waktu 1996-2018, bioteknologi telah membantu meningkatkan nilai produksi pertanian hingga 225 miliar USD.

Menurut para ahli bioteknologi Indonesia, adopsi benih bioteknologi juga memungkinkan petani mengurangi potensi kehilangan hasil hingga 10%.



Sumber