29 Oktober 2024
JAKARTA – Diplomat Indonesia dapat berhenti mengucapkan mantra yang sudah usang “ASEAN adalah landasan kebijakan luar negeri kita,” karena Presiden Prabu Subianto tidak semuanya tergantung pada kelompok regional yang beranggotakan 10 negara.
Betapapun pentingnya ASEAN, hal ini menjadi penentu kebijakan luar negeri Indonesia. Sudah waktunya bagi diplomasi negara ini untuk melihat lebih jauh ke luar Asia Tenggara untuk memenuhi ambisinya sebagai kekuatan menengah global.
Pidato pelantikan Prabowo pada tanggal 20 Oktober memberi kita gambaran sekilas tentang seperti apa kebijakan luar negerinya. Meskipun beliau menyampaikan prinsip-prinsip non-blok dan oposisi independen dan aktif yang sudah teruji terhadap pakta militer apa pun, serta terhadap segala bentuk penjajahan, beliau menghilangkan mantra ASEAN yang telah menjadi standar untuk ditegaskan kembali oleh presiden mana pun yang akan datang.
Sebaliknya, ia mengutip kebijakan “tetangga yang baik” sebagai dasar kebijakan luar negerinya, dan menawarkan pepatah lama bahwa “seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.” Di dunia yang menyusut saat ini, negara-negara tetangga juga harus mencakup negara-negara yang lebih jauh, tidak hanya negara-negara di Asia Tenggara.
Keputusan Prabowo untuk mendobrak tradisi menyerahkan kebijakan luar negeri kepada para ahli dengan memilih diplomat non-karier untuk menteri luar negerinya merupakan indikasi kuat adanya perubahan besar dalam strategi dan perilaku kebijakan luar negeri Indonesia.
Sugiono, 45 tahun, dan berlatar belakang militer, sudah lama menjadi asisten Prabowo sehingga mendapat kepercayaan penuh dari Presiden. Sugiono bukanlah seorang pemula dalam hubungan internasional. Sebagai politisi terpilih dari Partai Gerindra, ia duduk di Komisi 1 DPR yang menangani kebijakan luar negeri dan isu-isu lainnya.
Prabowo juga melakukan restrukturisasi Kementerian Luar Negeri dengan menunjuk tiga wakil menteri, bukan biasanya satu wakil menteri.
Kedua diplomat senior, Arif Havas Oegroseno dan Arrmanatha Nasir, akan menutupi segala kekurangan kemampuan diplomasi yang mungkin dimiliki Sugiono.
Penunjukan politisi Islam Anis Matta sebagai wakil lainnya berarti kebijakan strategis di Timur Tengah akan berubah. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan potensi diplomasi di kawasan ini. Pidato Prabowo yang mengacu pada penolakan Indonesia terhadap segala bentuk kolonialisme harus mengesampingkan anggapan bahwa ia akan mempertimbangkan untuk membuka hubungan dengan Israel, setidaknya untuk saat ini.
Salah satu perbedaan besar dari pendahulunya, Joko “Jokowi” Widodo adalah bahwa Prabowo tidak menempatkan perekonomian sebagai fokus diplomasi Indonesia.
Ini adalah presiden yang tahu apa yang dia inginkan dari Indonesia dalam lanskap geopolitik yang terus berubah. Pendidikannya di sekolah-sekolah Barat dan masa militernya, serta pengalamannya selama lima tahun terakhir sebagai menteri pertahanan, semuanya telah mempersiapkannya dengan baik untuk memimpin Indonesia melewati lanskap hubungan internasional yang kompleks dan menantang.
Meskipun perekonomian merupakan salah satu faktor kunci, hal ini tidak boleh menjadi perhatian utama atau satu-satunya perhatian para diplomat kita. Pertahanan dan keamanan negara harus lebih diutamakan, apalagi sejak bulan lalu, Prabowo memperingatkan kemungkinan pecahnya Perang Dunia III.
Dengan presiden baru yang aktif dalam urusan internasional, kita bisa mengharapkan keselarasan yang lebih baik antara kebijakan pertahanan dan luar negeri, yang kadang-kadang tampak bergerak ke arah yang berlawanan. Reaksi negatif Kementerian Luar Negeri terhadap pembentukan kelompok keamanan trilateral yang melibatkan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS) pada tahun 2021 bertolak belakang dengan pernyataan Prabowo sebagai menteri pertahanan beberapa bulan kemudian yang menghormati hak Australia untuk melindungi warga negaranya. kepentingan.
Mungkin Prabowo harus mempertimbangkan dewan keamanan nasional di kantor kepresidenan untuk membantu mengoordinasikan kebijakan luar negeri dan pertahanan yang lebih baik. Toh, dia sudah punya dewan ekonomi nasional. Kebijakan luar negeri tidak boleh didominasi oleh Kementerian Luar Negeri atau Kementerian Pertahanan.
Kita belum mendengar pendapat Prabowo tentang bagaimana Indonesia harus menanggapi persaingan Amerika Serikat-Tiongkok yang semakin meningkat, namun prinsip-prinsip non-blok, tetap aktif dan independen, tidak bergabung dengan pakta militer apa pun, dan kebijakan tetangga yang baik yang disebutkan dalam pidato pelantikannya harus dipatuhi. menjadi parameter panduan.
ASEAN telah mencapai tujuan diplomasi Indonesia, namun saat ini kita semua harus menyadari keterbatasannya dalam menyelesaikan banyak permasalahan di kawasan. Krisis Myanmar dan sengketa wilayah di Laut Cina Selatan antara beberapa anggota ASEAN dan Tiongkok merupakan tantangan yang solusinya dapat ditemukan di luar kelompok tersebut.
ASEAN akan tetap penting bagi Indonesia sebagai suara kolektif dalam beberapa isu global, namun kita tidak boleh terlalu berinvestasi di dalamnya dan harus mempertimbangkan cara lain. Selain menggunakan lembaga-lembaga multilateral yang ada, Indonesia dapat mempertimbangkan untuk membentuk minilateral dengan kekuatan menengah yang memiliki pemikiran yang sama untuk menemukan solusi terhadap permasalahan regional dan global.
Jika ASEAN ingin menjadi salah satu landasan kebijakan luar negeri, maka tidak ada gunanya mengulangi mantra tersebut. Kebijakan bertetangga baik yang diusung Prabowo seharusnya diterapkan.
Siapa pun yang mencoba meramalkan kebijakan luar negeri Indonesia sebaiknya memantau Prabowo dan juga Kementerian Luar Negeri. Ia telah mendapatkan reputasi sebagai presiden kebijakan luar negeri, berbeda dengan Jokowi sebagai presiden yang menangani masalah dalam negeri.
Dalam kapasitasnya sebagai menteri pertahanan, Prabowo melakukan perjalanan ke lebih dari selusin negara pada bulan-bulan menjelang pelantikannya pada bulan Oktober, namun ia juga menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan dirinya sebagai pemimpin Indonesia berikutnya. Perjalanannya meliputi Beijing, Tokyo, Paris, Moskow, Canberra dan 10 ibu kota ASEAN, di mana ia tidak hanya mengenal diplomasi internasional, namun juga melakukan kontak pribadi dengan para pemimpin negara-negara tersebut.
Pada bulan November, ia akan melakukan debut internasionalnya sebagai presiden Indonesia ketika ia menghadiri KTT G20 di Brasil dan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Peru. Juga akan ada banyak pertemuan bilateral di sela-sela pertemuan tersebut.
Dalam lima tahun ke depan, bukan Sugiono, Prabowo yang akan menjadi wajah publik Indonesia. Diharapkan agar beliau lebih tegas dalam mengamankan kepentingan nasional Indonesia dan mengklaim posisi negara ini sebagai kekuatan menengah yang sedang berkembang di dunia.
Negara-negara tetangga di Asia Tenggara dan sekitarnya sebaiknya berhati-hati. Ini dia Prabowo.