Kejaksaan Agung (Kejagung) menepis spekulasi bahwa penetapan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula semasa menjabat menteri kabinet 2015-2016 bermotif politik.
Keputusan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula tahun 2015-2016 berdasarkan hasil penyidikan tahun lalu, kata Juru Bicara Kejaksaan Agung Harli Siregar, Rabu, 30 Oktober 2024.
Investigasi menemukan bahwa meskipun pertemuan antar kementerian pada tanggal 15 Mei 2015 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki surplus gula dan tidak memerlukan impor, Tom Lembong tetap mengizinkan impor gula mentah sebanyak 105.000 ton untuk PT Angel Product (AP).
Gula mentah ini selanjutnya diolah menjadi gula putih. Kasus ini dilaporkan merugikan negara sekitar Rp400 miliar (US$25,5 juta).
Selain Tom Lembong, Kejaksaan Agung juga menetapkan Direktur Pengembangan Usaha Perusahaan Perdagangan Komoditas PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus sebagai tersangka.
Lembong dan Charles dijerat Pasal 2 dan 3 serta Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Korupsi serta Pasal 55 Ayat 1 KUHP. (KUHP).
Saat ini kedua tersangka ditahan di Rutan Salemba dengan masa tahanan 20 hari dan proses penyidikan terus berlanjut. Alat bukti yang dikumpulkan meliputi catatan, dokumen, dan keterangan saksi.
Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016, pada masa jabatan pertama Presiden Joko 'Jokowi' Widodo. Ia juga memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia dari tahun 2016 hingga 2019.
Tom Lembong blak-blakan mengkritik program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat masa kampanye jelang Pilpres 14 Februari 2024.
Ia juga mengaku sebagai otak dibalik pidato-pidato presiden, khususnya mengenai isu ekonomi.
Serangannya terhadap Jokowi menuai serangan balik dari dua ajudan Jokowi – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
Serangan Tom Lembong terhadap kebijakan pemerintah hilirisasi nikel yang dituding menyebabkan anjloknya harga nikel, disesalkan Luhut karena hanya dilengkapi dengan data terbatas dan berjangka pendek.