Kelompok tani Indonesia sebut tarif bukan solusi bagi industri

Rencana Indonesia untuk memberlakukan tarif impor baru pada barang-barang seperti pakaian dan kosmetik bukanlah jawaban bagi industri lokal yang tengah berjuang untuk tumbuh, kata kepala sebuah kelompok bisnis lokal besar, dalam sebuah wawancara di Tokyo.

Menteri Perdagangan Indonesia Zulkifli Hasan mengatakan pada akhir Juni bahwa negara tersebut akan mengenakan bea pengamanan sebesar 100% hingga 200% terhadap impor alas kaki, pakaian, tekstil, kosmetik dan keramik guna melindungi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri yang menghadapi persaingan dari produsen di negara-negara seperti China dan Vietnam.

“Semangat (menteri) itu bagus untuk industri, … tapi (itu) bukan solusi,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, kepada wartawan, Selasa (24/10). Nikkei Asia pada tanggal 3 Juli selama kunjungannya ke Tokyo, menambahkan bahwa pendekatan pemerintah tersebut “bertentangan dengan pasar.”

Meskipun ia mengakui perlunya melindungi bisnis lokal, ia berkata, “Kami tidak menentang impor.”

“Kuncinya adalah tata kelola,” bukan proteksionisme, untuk membantu pertumbuhan UMKM Indonesia, kata Rasjid, seraya menyerukan kontrol yang lebih ketat terhadap impor ilegal yang masuk ke Indonesia dan merugikan bisnis lokal, “sehingga ada persaingan yang adil.”

UMKM menyumbang 60% dari produk domestik bruto Indonesia dan memainkan peran kunci dalam pembangunan negara. Rasjid mengatakan organisasinya akan memasukkan saran-saran untuk mendukung UMKM dalam white paper yang tengah disusunnya, yang akan mencakup usulan kepada pemerintahan baru yang akan dilantik pada bulan Oktober. Presiden terpilih Prabowo Subianto telah berjanji untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8% per tahun, jauh lebih tinggi dari tingkat saat ini sekitar 5%.

Terkait perekonomian Indonesia, Rasjid menyoroti pentingnya pengembangan keterampilan dan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi populasi usia kerja yang terus bertambah di negara initerutama karena digitalisasi memengaruhi pekerjaan di beberapa sektor. “Kami tidak ingin melihat apa yang disebut bonus (demografi) menjadi beban,” katanya.

Rasjid mengatakan, selama lawatannya ke Tokyo, dirinya akan meminta kepada perusahaan-perusahaan Jepang, baik besar maupun kecil, untuk mendatangkan lebih banyak pekerja terampil dari IndonesiaJepang sudah memiliki perjanjian kemitraan ekonomi dengan Indonesia yang memungkinkan perawat Indonesia bekerja di Jepang. Rasjid menyarankan agar ada ruang untuk lebih banyak kerja sama di bidang-bidang seperti pertanian, mengingat petani Jepang yang menua.

Selain mengirim tenaga kerja ke negara lain, “Kita harus memastikan agar sektor-sektor tertentu tetap padat karya,” kata Rasjid.

Ia juga menekankan pentingnya sektor swasta dan investasi asing untuk mempercepat pertumbuhan Indonesia, dan mengatakan negaranya terbuka terhadap semua investasi yang mendukung upaya negara untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik.Pemrakarsa investasi adalah orang Cinatapi itulah sebabnya Indonesia ingin negara lain ikut,” kata Rasjid.

Perusahaan kecil dan menengah Jepang yang sudah berkecimpung dalam rantai pasokan otomotif di Indonesia dapat berekspansi ke industri kendaraan listrik, kata Rasjid, yang beberapa jabatannya termasuk presiden direktur perusahaan energi Indika Energy. Namun, ia menegaskan, “(Perusahaan besar Jepang) membuat keputusan dengan sangat lambat. Itulah salah satu faktor utama yang perlu diubah Jepang.”

Rasjid mengatakan investasi harus lebih banyak dilakukan di Indonesia modal baruPada bulan Agustus, Presiden Joko Widodo berencana untuk mengalihkan beberapa fungsi dari Jakarta ke Nusantara, kota baru yang sedang dibangun di Kalimantan Timur di pulau Kalimantan.

Perlu “menciptakan lebih banyak konektivitas dari sini ke seluruh Kalimantan,” seperti dengan jalur kereta api dan jaringan pipa gas, katanya. Bidang lain, seperti R&D dan pendidikan, juga dapat dikembangkan di ibu kota baru, sarannya.

Kalimantan terbagi antara tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Nusantara bisa menjadi “pusat pertumbuhanbukan hanya untuk Indonesia, tetapi juga untuk Kalimantan, yang mana ini juga merupakan wilayah ASEAN,” kata Rasjid.

Artikel ini pertama kali muncul di Nikkei AsiaTelah diterbitkan ulang di sini sebagai bagian dari 36Kr yang sedang berlangsung kemitraan dengan Nikkei.



Sumber