Pemimpin Afrika tolak KTT Indonesia dan lebih suka kunjungan ke Tiongkok

Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin Afrika di Bali minggu ini dalam upaya untuk meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan. Namun, banyak negara Afrika tidak terwakili, dan para pemimpin memilih untuk menghadiri forum terpisah di Tiongkok.

Forum Indonesia-Afrika dilihat sebagai kesempatan bagi negara terbesar di Asia Tenggara itu untuk meningkatkan hubungan perdagangan dengan Afrika dan mencari pasar ekspor baru, tetapi forum tiga hari itu kesulitan menarik perhatian banyak negara Afrika.

Meski begitu, forum Indonesia bukanlah usaha yang sia-sia, dengan diskusi dan hasil yang penting, kata Christophe Dorigne-Thomson, akademisi urusan luar negeri yang berbasis di Jakarta.

“Namun secara simbolis, pilihannya pasti dibuat untuk China,” katanya.

Konvoi pengawalan iring-iringan mobil membawa Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing, menjelang KTT Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika 2024 di Beijing pada 4 September 2024.

Konvoi pengawalan iring-iringan mobil membawa Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing, menjelang KTT Forum Kerja Sama Tiongkok-Afrika 2024 di Beijing pada 4 September 2024.

Delegasi dari 29 negara hadir di pulau resor Bali untuk menghadiri pertemuan puncak tersebut, jauh di bawah jumlah 47 negara Afrika yang diwakili pada forum perdana pada tahun 2018.

Meskipun jumlah pesertanya lebih sedikit, Indonesia berharap dapat meraup kesepakatan bisnis senilai $3,5 miliar dari pertemuan puncak tersebut. Jumlah tersebut hampir enam kali lipat dari jumlah yang diperoleh dalam kesepakatan selama forum pertama enam tahun lalu.

Dewi Fortuna Anwar, peneliti senior di Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia, melacak kesepakatan di pertemuan puncak tersebut.

“Tampaknya ada beberapa … surat pernyataan niat yang konkret, seperti industri pesawat terbang Indonesia yang menandatangani kesepakatan dengan beberapa negara dan perusahaan minyak juga menandatangani kesepakatan,” kata Anwar.

Meskipun beberapa pemimpin melewatkan Bali untuk pergi ke Beijing, tetap ada rasa kerja sama yang kuat antara Indonesia dan benua Afrika.

Hubungan mereka dimulai sejak tahun 1955 ketika konferensi Asia Afrika pertama diadakan di kota Bandung, Indonesia.

Elina Noor, peneliti senior Program Asia di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan Indonesia dapat memanfaatkan sejarah ini sebagai keuntungan.

“Jakarta dapat membanggakan sejarah dan warisan hubungan yang telah terjalin sejak konferensi Bandung. Indonesia benar-benar berupaya memanfaatkan hubungan historis tersebut,” kata Noor.

Pada forum di Bali, bisnis menjadi fokus utama, tetapi politik juga ikut berperan.

Presiden Joko Widodo berupaya meningkatkan posisi Indonesia di panggung internasional, mempromosikan negaranya sebagai suara negara berkembang. Ia juga tetap membuka pilihan bagi negaranya di tengah memanasnya ketegangan AS-Tiongkok, kata Dorigne-Thomson.

“Ini adalah cara bagi Indonesia untuk menemukan cara baru dan tidak terjebak dalam ketegangan geopolitik semacam itu,” katanya. “Bagi mereka, Afrika adalah … cara baru untuk melayani kepentingan mereka.”

Sumber