Pengadilan Indonesia menyatakan perusahaan farmasi bersalah atas penggunaan obat batuk beracun


Jakarta, Indonesia
Reuters

Pengadilan Indonesia memerintahkan dua perusahaan lokal untuk membayar hingga 60 juta rupiah ($3.850) kepada setiap keluarga yang anak-anaknya meninggal karena cedera ginjal akut atau mengalami cedera serius setelah mengonsumsi racun. sirup obat batuk.

Lebih dari 200 anak di Indonesia meninggal karena cedera dan sekitar 120 orang lainnya selamat, beberapa di antaranya hidup dengan cacat yang menyebabkan kesulitan keuangan bagi orang tua mereka.

Pengadilan Indonesia telah mengutip pengawasan yang lemah oleh perusahaan farmasi, termasuk produsen obat lokal dan beberapa pemasok, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dalam sidang mengenai keracunan tersebut.

Pada akhir tahun 2022, lebih dari 20 keluarga mengajukan gugatan perdata terhadap badan tersebut, kementerian kesehatan, dan beberapa perusahaan.

Hakim di pengadilan Jakarta Pusat memutuskan perusahaan pembuat dan pemasok obat, Afi Farma dan CV Samudera Chemical, bersalah dalam kasus peracunan tersebut, menurut putusan yang dirilis pada Kamis malam.

Kementerian Kesehatan dan BPOM dibebaskan dari tuduhan melakukan kesalahan.

Pengadilan memerintahkan perusahaan untuk membayar kompensasi kepada orang tua yang mengajukan gugatan sebesar 50 juta rupiah untuk anak yang meninggal dunia dan 60 juta rupiah untuk anak yang terluka.

Para orang tua meminta santunan sebesar 3,4 miliar rupiah untuk setiap anak yang meninggal, dan 2,2 miliar rupiah untuk yang selamat. Data dari Biro Statistik menunjukkan bahwa PDB per kapita Indonesia pada tahun 2023 hampir mencapai $5.000.

Siti Habiba, pengacara orang tua korban, mengatakan keluarga korban kecewa dengan putusan tersebut, karena uang diberikan “seolah-olah kami adalah pengemis.”

“Hal ini sangat menyakitkan hati banyak korban,” katanya, seraya menambahkan pengadilan mengabaikan kekhawatiran orang tua tentang pengawasan pemerintah dengan tidak menemukan kesalahan pada Kementerian Kesehatan dan BPOM.

Dokumen pengadilan yang diunggah di situs webnya tidak mencantumkan alasan keputusan tersebut.

Pengacara Afi Farma Reza Wendra Prayogo mengatakan kepada Reuters pada hari Jumat bahwa firma tersebut “kecewa” dengan putusan kasus perdata tersebut dan perusahaan masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.

Tahun lalu, pengadilan pidana memutuskan perusahaan farmasi Afi Farma yang berkantor pusat di Jawa Timur bersalah atas kelalaian dan dipenjara pejabat karena tidak menguji bahan yang dikirim oleh pemasoknya.

Sirup tersebut mengandung etilen glikol (EG), zat kimia yang umum digunakan dalam produk seperti minyak rem dan antibeku. Sebuah dokumen pengadilan dari kasus pidana tersebut mengatakan Konsentrasi EG dalam sirup mencapai 99%, padahal standar internasional menyebutkan hanya 0,1% EG yang aman untuk dikonsumsi.

Perusahaan itu berulang kali membantah adanya kelalaian.

Reuters tidak dapat segera menghubungi CV Samudera Chemical, produsen sabun Indonesia, yang bahan beracunnya masuk ke Afi Farma, menurut dokumen pengadilan kasus pidana Afi Farma tahun 2023.

Itu Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan obat-obatan yang terkontaminasi juga telah membunuh anak-anak di Gambia dan Uzbekistan pada tahun 2022.

Sumber