Widodo juga mengimbau kepada instansi imigrasi agar bersikap “selektif” dan hanya memperbolehkan “individu dengan potensi kontribusi tinggi” untuk mendapatkan visa.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, dalam masa uji coba sudah diterbitkan 300 visa emas yang menghasilkan investasi sebesar dua triliun rupiah bagi negara.
“Yang penting sosialisasikan (kebijakan) itu semaksimal mungkin dulu. Kami sedang komunikasi dengan beberapa organisasi Kamar Dagang, termasuk (dari) Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Korea, dan Indonesia. Kami juga sosialisasikan ke Ikatan Pengusaha Muda Indonesia, yang mungkin mitranya juga butuh Golden Visa,” kata Silmy kepada wartawan.
Berdasarkan skema tersebut, investor asing perorangan yang ingin mendirikan perusahaan di Indonesia berhak memperoleh visa emas lima tahun jika mereka berinvestasi sedikitnya US$2,5 juta, dan dua kali lipat jumlah tersebut untuk visa 10 tahun. Investor perorangan yang tidak ingin mendirikan perusahaan harus menempatkan dana sedikitnya US$350.000 dalam bentuk obligasi pemerintah Indonesia, saham perusahaan publik, atau tabungan, untuk memperoleh visa lima tahun. Para direktur, komisaris, atau perwakilan perusahaan yang ingin mendirikan perusahaan di Indonesia harus menghasilkan nilai investasi sedikitnya US$25 juta untuk mengajukan permohonan visa lima tahun.
Secara keseluruhan, program visa emas menawarkan 10 jenis visa, termasuk satu yang ditujukan bagi mantan warga negara dan satu yang disebut visa Rumah Kedua, yang mengharuskan pemohon untuk menyimpan dana di rekening atas nama mereka sendiri di bank milik negara senilai setidaknya US$130.000 atau membeli properti senilai setidaknya US$1 juta di Indonesia.
Semua tentang Nusantara?
Bhima Yudhistira, direktur eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) yang berpusat di Jakarta, mengatakan bahwa pemerintah kemungkinan meluncurkan kebijakan tersebut untuk menarik kantor keluarga kaya, yang sering menuntut perlakuan khusus dari badan imigrasi di negara tempat mereka menempatkan kantor mereka.
Menteri Utama Investasi Luhut Pandjaitan mengatakan minggu lalu bahwa pemerintah sedang mempersiapkan sistem hukum untuk memungkinkan pendirian kantor keluarga di dalam negeri, sebelum Widodo meninggalkan kantor presiden pada bulan Oktober.
“Saya laporkan kepada Presiden agar kita mengadopsi sistem hukum yang digunakan Singapura, Abu Dhabi, atau Hong Kong. Dengan begitu, kita memberikan kepastian hukum bagi mereka yang berinvestasi di sini,” ujarnya kepada wartawan pada 22 Juli.
Awal bulan ini, Luhut mengatakan bahwa terdapat 1.500 kantor keluarga di Singapura, yang aset gabungannya bernilai total US$1,6 triliun. Jika Indonesia memiliki sistem yang sama, kantor keluarga akan menyuntikkan setidaknya US$100-200 juta ke dalam PDB, katanya.
“Diharapkan investor yang mendapatkan golden visa akan menanamkan uangnya di ibu kota baru, meskipun investor biasanya melihat kepastian hukum (suatu proyek) sebelum berinvestasi. Bagaimana jika golden visa dicabut di era Prabowo? Itu sangat mungkin terjadi,” kata Bhima.
Dengan demikian, visa emas saja belum tentu efektif untuk menarik investasi dalam waktu dekat, karena investor asing “mengambil sikap menunggu dan melihat” selama masa transisi pemerintah, kata Bhima.
Ia juga mengemukakan kekhawatiran tentang kemampuan Indonesia untuk memerangi pencucian uang lintas batas dan tindakan kriminal lainnya, yang akan dipermudah dengan visa emas.
Indonesia menentang tren yang terjadi di Eropa, di mana negara-negara Uni Eropa secara bertahap menghapuskan kebijakan visa emas atau paspor mereka karena perang Rusia di Ukraina, serta harga rumah yang meroket. Pada tahun 2022, Brussels meminta negara-negara anggota Uni Eropa untuk memverifikasi apakah skema visa emas atau paspor mereka dinikmati oleh warga Rusia yang dikenai sanksi.
Di antara negara-negara yang telah meninggalkan skema visa emas mereka adalah Inggris, Irlandia, dan Portugal.
Yang terakhir digunakan untuk memungkinkan orang asing memperoleh tempat tinggal dengan membeli properti, yang mengakibatkan peningkatan harga properti dan sewa.
“Jika pemegang visa emas dapat memiliki tanah di Indonesia, hal itu dapat menjadi ancaman bagi warga negara Indonesia. Kepemilikan tanah pada akhirnya dapat beralih dari warga negara Indonesia ke warga negara asing, dan hal itu dapat menimbulkan protes dari warga negara,” kata Nailul Huda, ekonom di Celios.