Putusan MK tentang ambang batas pemilihan kepala daerah memicu perubahan lanskap politik | INSIDER

Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa, 20 Agustus 2024, mengeluarkan putusan yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah, yang dapat secara drastis mengubah lanskap politik untuk pemilihan mendatang, termasuk pemilihan gubernur Jakarta yang kompetitif.

Putusan ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora, sehingga secara efektif dapat menurunkan hambatan bagi partai politik untuk mengajukan calon kepala daerah. Sebelumnya, partai politik atau gabungan partai politik diharuskan memiliki 25 persen suara atau 20 persen kursi di setiap DPRD Provinsi atau Kabupaten untuk mengajukan calon kepala daerah.

Namun, dengan putusan baru MK, ambang batas pencalonan parpol menjadi selaras dengan ambang batas calon independen sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Pemilihan Daerah (UU Pilkada).

Keputusan ini diperkirakan akan berdampak langsung, terutama di Jakarta, di mana persyaratan sebelumnya yakni jatah suara 20 persen atau alokasi kursi berujung pada “penimbunan tiket” yang kontroversial oleh Koalisi Indonesia Maju.

Ambang batas baru sebesar hanya 7,5 persen dari total suara di Jakarta membuka peluang bagi lebih banyak kandidat, termasuk mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, yang sebelumnya berjuang untuk mendapatkan dukungan politik yang cukup.

Putusan ini juga menguntungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), yang memperoleh 14,01 persen suara dalam pemilihan legislatif daerah 2024, tetapi tidak memiliki mitra koalisi untuk memenuhi ambang batas sebelumnya sebesar 20 persen. Dengan aturan baru tersebut, PDI-P kini dapat maju sendiri dalam mengajukan calon gubernur.

Putusan tersebut menetapkan ambang batas baru berdasarkan jumlah populasi di berbagai provinsi:

  • Provinsi dengan jumlah pemilih terdaftar sampai dengan 2 juta orang: diperlukan 10 persen dari jumlah suara;
  • Provinsi dengan jumlah pemilih terdaftar 2-6 juta: diperlukan 8,5 persen suara;
  • Provinsi dengan jumlah pemilih terdaftar 6-12 juta: diperlukan 7,5 persen dari jumlah suara;
  • Provinsi dengan lebih dari 12 juta pemilih terdaftar: diperlukan 6,5 persen suara.

Kalibrasi ulang ini dapat mengubah dinamika pemilihan gubernur Jakarta secara signifikan. Sebelumnya, PDI-P kesulitan mencari mitra untuk mendukung pencalonan, tetapi dengan ambang batas baru, mereka dapat mengajukan calon tanpa perlu membentuk koalisi.

PDI-P dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk memasangkan Anies Baswedan dengan Hendrar Prihadi, kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur.

Menurut Said Abdullah, Pelaksana Tugas (Plt) Dewan Pimpinan Pusat PDI-P, negosiasi untuk merampungkan tiket Anies-Hendrar masih terus berlangsung.

Ia mengakui adanya tantangan akibat penimbunan tiket pencalonan sebelumnya oleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono yang dicalonkan oleh anggota Koalisi Indonesia Maju, namun tetap optimistis terhadap peluang PDI-P di bawah aturan baru.

Saat partai-partai politik menyesuaikan diri dengan putusan ini, masih harus dilihat bagaimana hal ini akan memengaruhi lanskap politik yang lebih luas, khususnya di daerah-daerah seperti Jakarta di mana pemilihan gubernur telah menarik perhatian yang signifikan.

Sumber