JAKARTA – Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pembangunan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah mengatakan Indonesia bisa memproduksi material baterai berbasis nikel dengan kapasitas 1.143 gigawatt hour (GWh).
“Jika semua perusahaan (pabrik) baterai sudah beroperasi, Indonesia akan mampu berperan besar dalam memproduksi bahan baterai berbasis nikel sebanyak 1.143 GWh,” kata Agus seperti dikutip ANTARA, Senin, 30 Juli.
Agus mengatakan, banyak pabrik di Indonesia yang langsung mengolah bijih atau memurnikan bijih sehingga menghasilkan produk setengah jadi seperti Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) atau nikel sulfat.
“Empat perusahaan (smelter) itu sudah beroperasi. Satu sedang dibangun, satu sedang dalam proses perizinan, dan dua lagi dalam tahap uji kelayakan,” lanjut Agus.
Agus menyatakan bangga dengan perkembangan industri baterai listrik di Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih tergolong pemula dalam ekosistem baterai kendaraan listrik.
“Indonesia baru mulai mengembangkan bisnis baterai kendaraan listrik sekitar 2 tahun lalu. Pencapaian ini sangat penting dan menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik ke tahap selanjutnya,” katanya.
Yang dimaksud dengan tahap selanjutnya adalah mengendalikan lebih banyak rantai nilai terkait dengan manufaktur kendaraan listrik.
Agus juga memperkirakan permintaan baterai dunia akan mencapai 5.300 GWh pada tahun 2025 yang didominasi oleh permintaan kendaraan listrik roda empat, diikuti oleh kendaraan listrik roda dua, bus, sistem penyimpanan energi baterai, dan berbagai barang elektronik.
Agus memperkirakan, nantinya permintaan baterai kendaraan listrik paling banyak akan datang dari tiga kawasan, meliputi Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Asia.
“Permintaan baterai berbasis nikel diproyeksikan terus meningkat hingga 40-50 persen pada tahun 2035,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan baterai memiliki peran penting dalam transisi energi bersih, dan merupakan jantung revolusi hijau.
“Baterai adalah inti dari revolusi hijau, berfungsi sebagai komponen penting untuk memberi daya pada segala hal, mulai dari telepon seluler dan kendaraan listrik hingga sistem energi terbarukan,” kata Luhut.
Luhut juga menegaskan, Indonesia ingin menjadi yang terdepan dalam kendaraan listrik, baik dari hulu hingga hilir.
“Inovasi-inovasi yang kita eksplorasi dan kerjakan bersama saat ini, yang kita bangun di sini, diharapkan dapat menentukan masa depan energi bagi generasi mendatang,” katanya.
Versi bahasa Inggris, Mandarin, Jepang, Arab, dan Prancis dibuat secara otomatis oleh AI. Jadi mungkin masih ada ketidakakuratan dalam penerjemahan, mohon selalu gunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama kami. (sistem didukung oleh DigitalSiber.id)