Tambang batu bara terbesar di Indonesia mengabaikan kemungkinan produksi metana yang sangat besar, menurut laporan | Berita | Eco-Business

Enam dari 10 perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, yang mengendalikan setengah dari produksi negara tersebut, tidak menerbitkan data tentang produksi metana. Ember memperkirakan jejak iklim mereka bisa sekitar 60 persen lebih tinggi jika emisi yang tidak dilaporkan diperhitungkan.

Metana merupakan produk sampingan dari ekstraksi batu bara, dan dibiarkan begitu saja keluar di sebagian besar pertambangan di seluruh dunia.

Meskipun karbon dioksida merupakan gas rumah kaca utama yang menyebabkan pemanasan global, perhatian yang lebih besar telah diberikan pada pengelolaan metana dalam beberapa tahun terakhir. Metana merupakan gas yang lebih kuat dalam memanaskan planet tetapi menghilang lebih cepat, sehingga mengurangi produksinya dapat membantu menghentikan kenaikan suhu global lebih cepat.

Enam perusahaan yang teridentifikasi adalah Berau Coal, Bumi Resources, Adaro Energy, Bayan Resources, Baramulti Suksessarana, dan ABM Investama. Studi ini mengalikan produksi batu bara yang dilaporkan dengan faktor emisi rata-rata yang digunakan oleh ilmuwan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memperoleh angka metana.

Keempat perusahaan yang melaporkan data metana – Indo Tambangraya Megah, Bukit Asam, Kideco Jaya Agung, dan Golden Energy Mines – memiliki angka yang tidak sepenuhnya sesuai, kata Ember. Ditemukan bahwa untuk setiap unit batu bara, Indo Tambangraya Megah melaporkan keluaran metana yang tujuh kali lebih besar daripada Golden Energy Mines, dan tidak ada perusahaan yang mengungkapkan faktor emisi yang digunakan untuk perhitungan mereka.

Ember indo pertambangan batubara

Gambar: Ember.

Tak satu pun dari 10 perusahaan tersebut telah menerapkan atau merencanakan langkah-langkah untuk memangkas metana, meskipun beberapa telah mulai mengelola emisi karbon dioksida dengan menggunakan energi terbarukan dan kendaraan listrik. Studi tersebut mengatakan kelalaian tersebut dapat merusak prospek masa depan mereka mengingat meningkatnya tekanan pada perusahaan-perusahaan pencemar untuk melakukan dekarbonisasi.

Indonesia adalah negara penghasil batu bara terbesar ketiga di dunia, dan pengekspor utama bahan bakar murah namun berpolusi ini. Di dalam negeri, lebih dari 60 persen listrik dihasilkan dari batu bara.

Penambang batu bara perlu menilai semua sumber emisi untuk lebih memahami risiko investasi dan operasional, karena penetapan harga metana dapat berlaku di Indonesia di masa mendatang, kata Ember. Pajak semacam itu telah diterapkan di Amerika Serikat, dan akan mulai berlaku di Uni Eropa tahun depan.

Secara teknis, pengumpulan metana dari tambang untuk dimanfaatkan atau dimusnahkan sudah memungkinkan, kata laporan itu, seraya mengutip contoh di Australia, Cina, dan Amerika Serikat.

Rekomendasi Ember tidak mencakup seruan untuk menutup tambang batu bara lebih cepat.

“Kita perlu memahami konteks lokal Indonesia, di mana lebih dari 150.000 orang bergantung pada sektor ini. Menutup bisnis batu bara secara langsung akan berdampak negatif pada penambang dan aktivitas ekonomi di wilayah penghasil batu bara,” kata penulis utama laporan Dody Setiawan.

Pemerintah pusat dan daerah di Indonesia juga harus membantu daerah pertambangan batu bara mempersiapkan transformasi ekonomi dan memanfaatkan peluang transisi energi, tambahnya.

Meski demikian, studi Ember menyebutkan penambang Indonesia perlu membuat rencana untuk beralih ke energi bersih karena permintaan batu bara diperkirakan akan turun. Indonesia memperkirakan produksi akan stabil di sekitar 700 juta ton pada tahun 2035, sebelum turun menjadi 250 juta ton pada tahun 2060 – meskipun telah menyetujui kuota produksi rekor sebesar 922 juta ton tahun ini.

Negara tersebut menghadapi prospek ekspor yang tidak menentu dengan mitra-mitra utamanya, Ember menambahkan, mengingat China tengah berupaya mengesampingkan batubara sementara India tengah meningkatkan hasil pertambangannya sendiri untuk mengurangi ketergantungan pada asing.

Sebagian besar dari sepuluh perusahaan tambang teratas di Indonesia telah terjun ke energi terbarukan, kecuali Baramulti Suksessarana dan Bayan Resources. Beberapa perusahaan juga telah terjun ke kendaraan listrik atau menambang mineral penting.

Perusahaan-perusahaan yang disebutkan dalam laporan tidak menanggapi permintaan komentar.

Sumber