Home News Tantangan yang Dihadapi dalam Modernisasi Angkatan Laut Indonesia

Tantangan yang Dihadapi dalam Modernisasi Angkatan Laut Indonesia

0
7
Tantangan yang Dihadapi dalam Modernisasi Angkatan Laut Indonesia

RINGKASAN

Di bawah kepemimpinan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Indonesia telah memulai program modernisasi angkatan laut yang komprehensif. Program ini melibatkan pengadaan dari berbagai negara, antara lain Inggris, Prancis, Italia, dan Turki. Program ini menghadirkan tantangan terkait pelatihan, pemeliharaan kapal, dan memastikan transfer teknologi untuk mendukung industri pembuatan kapal lokal.

KOMENTAR

Sejak Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan pada tahun 2019, Indonesia telah memulai jalur modernisasi militer yang ambisius, dengan fokus khusus pada kemampuan angkatan lautnya. Hal ini terlihat dari banyaknya perjanjian yang dilakukan Indonesia dengan perusahaan galangan kapal asing untuk mengakuisisi a susunan yang beragam kapal baru, termasuk kapal selam, fregat, dan kapal patroli lepas pantai.

Ada beberapa faktor yang mendorong upaya modernisasi terkini ini. Yang pertama dan terpenting adalah keusangan armada kapal Indonesia yang menua. Yang kedua adalah semakin tidak stabilnya lingkungan keamanan di Laut Cina Selatan, yang menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan kekuatan pencegahan yang kuat. Ketiga, tujuan Indonesia untuk mengamankan transfer teknologi untuk meningkatkan industri pembuatan kapalnya.

Negara Maritim yang Kurang Kekuatan Angkatan Lautnya

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki domain maritim yang sangat luas, dengan wilayah perairan seluas 0,3 juta km persegi dan zona ekonomi eksklusif seluas 2,8 juta km persegi. Meskipun wilayah maritimnya luas, komitmen pemerintah Indonesia untuk membangun kekuatan angkatan laut yang kuat masih berfluktuasi. Pentingnya kekuatan angkatan laut yang kuat dalam konteks ini terlihat jelas, sehingga upaya modernisasi angkatan laut Indonesia menjadi semakin penting.

Upaya modernisasi angkatan laut Indonesia terjadi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memperkenalkan Kekuatan Esensial Minimum (MEF) konsep pada tahun 2009 sebagai seperangkat persyaratan minimal yang harus dicapai TNI Angkatan Laut pada tahun 2024.

Pada tahun 2011, Indonesia menandatangani a kontrak dengan Daewoo Shipping and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan untuk mengakuisisi tiga kapal selam baru, salah satunya akan dibangun di dalam negeri oleh PT PAL di Surabaya. Kesepakatan lainnya adalah dicapai pada tahun 2012 bekerja sama dengan Galangan Kapal Angkatan Laut Damen Belanda untuk pengadaan fregat kelas SIGMA (Martadinata) yang hingga saat ini masih menjadi kapal tempur tercanggih di Indonesia.

Namun, setelah Joko Widodo (alias Jokowi) menggantikan SBY pada tahun 2014, terjadi upaya modernisasi melambat karena tidak ada laporan mengenai negosiasi atau kesepakatan pengadaan selama masa jabatannya, hal ini merupakan suatu hal yang ironis mengingat visi Poros Maritim Global yang diusung Jokowi.

Selama ini kekuatan angkatan laut Indonesia hanya mampu mengamankan wilayah perairannya dari ancaman skala kecil seperti penangkapan ikan ilegal. Kapal ini mempunyai kapasitas pencegahan di lautan yang minim, dengan hanya tujuh fregat dan tujuh korvet. Angkatan Laut Indonesia kemampuan anti-udara masih terbatas, dengan kurang dari sepuluh kapal yang dilengkapi dengan platform peluncuran anti-pesawat yang signifikan.

Armadanya juga menua. Menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI) dan itu Perimbangan Militer 2023 diterbitkan oleh International Institute for Strategic Studies (IISS), sekitar 40 persen armada laut Indonesia berusia di atas 30 tahun, terutama fregat kelas Ahmad Yani dan korvet kelas Fatahillah.

Modernisasi Angkatan Laut di Bawah Prabowo Subianto

Upaya modernisasi angkatan laut Indonesia kembali berjalan setelah Prabowo Subianto menjadi menteri pertahanan pada masa jabatan kedua Jokowi. Pada tahun 2020,Prabowo dimulai pengadaan fregat baru dari Inggris, dengan kontrak ditandatangani pada tahun 2021 dan konstruksi dimulai pada tahun 2022 di PT PAL di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.

Baru-baru ini, Indonesia diperoleh dua Pattugliatore Polivalente d'Altura kapal patroli lepas pantai dari Italia dan meluncurkan dua kapal lagi yang dibuat di dalam negeri. Indonesia juga dilaporkan sedang bernegosiasi dengan perwakilan Perancis dan Turki untuk lebih memperluas kemampuan angkatan lautnya.

Lantas, mengapa Prabowo mengedepankan modernisasi angkatan laut? Apa manfaat dan tantangan yang didapat Indonesia dari upaya ini? Visi internasional Prabowo yang kuat merupakan salah satu faktornya, khususnya dalam dinamika geopolitik regional. Hal ini misalnya terlihat pada pidatonya di 2023 Dan 2024 Dialog IISS Shangri-La, di mana beliau berulang kali menekankan “ketegangan regional di Indo-Pasifik” sebagai ancaman langsung terhadap Indonesia dan menyatakan komitmen untuk memperkuat pertahanan negara Indonesia.

Pengadaan kapal-kapal laut dengan senjata anti-kapal dan anti-pesawat yang signifikan sangat penting untuk memperkuat kemampuan pencegahan angkatan laut terhadap ketegasan Tiongkok di Laut Cina Selatan. Meskipun Jakarta bukan salah satu pihak yang ikut serta dalam sengketa perairan tersebut, namun pihak Jakarta sangat terlibat dalam hal ini khawatir tentang ketegasan Tiongkok dan dukungannya terhadap milisi maritim, yang mengganggu perekonomian maritim Indonesia dan menantang hak kedaulatannya atas zona ekonomi eksklusifnya.

Selain itu, mengamankan transfer teknologi dari berbagai mitra internasional memungkinkan Indonesia untuk memitigasi risiko embargo militer di masa depan, sebuah tantangan yang dihadapi Indonesia pada masa depan. tahun 1970-an dari Uni Soviet dan di tahun 1990-an dari Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya. Dengan mendiversifikasi sumber teknologi angkatan laut yang canggih, Indonesia mengurangi ketergantungannya pada satu negara saja.

Misalnya, pengadaan kapal selam dari perusahaan Perancis Naval Group akan meningkatkan kapasitas PT PAL untuk mengembangkan kapal selam dan subsistemnya, seperti rudal anti-kapal. Pada saat yang sama, Indonesia sedang melakukan negosiasi pengadaan kapal selam dengan Turki. Demikian pula, perjanjian dengan konsorsium Arrowhead dari Inggris dan Fincantieri dari Italia memberi Indonesia pilihan yang lebih luas untuk pengadaan kapal fregat dan akses teknologi yang lebih besar.

Tantangan ke Depan

Namun upaya modernisasi ini bukannya tanpa tantangan.

Pertama, armada kapal dari berbagai negara menimbulkan tantangan operasional bagi personel angkatan laut. Akuisisi aset angkatan laut dari berbagai negara menghadirkan rintangan yang signifikan, karena personel Indonesia harus beradaptasi dengan berbagai sistem persenjataan, sehingga meningkatkan kompleksitas pemeliharaan dan pelatihan. Menurut Panglima Armada II TNI Angkatan Laut, personel TNI Angkatan Laut memerlukan waktu tiga hingga enam bulan untuk menguasai sepenuhnya manajemen tempur setiap kapal dan subsistem lainnya.

Data dari Perimbangan Militer 2023 menunjukkan bahwa hampir 60 persen kapal angkatan laut Indonesia adalah buatan lokal, 20 persen berasal dari Belanda, 10 persen dari Korea Selatan, dan 15 persen berasal dari Inggris, Jerman, dan lainnya. Pengadaan baru-baru ini dari Perancis, Italia, dan Turki akan meningkatkan keragaman sistem, mempersulit pelatihan, pemeliharaan, dan efisiensi operasional.

Selain itu, meningkatnya keragaman aset angkatan laut Indonesia kemungkinan besar akan mengakibatkan biaya pemeliharaan yang lebih tinggi. Angkatan Laut Indonesia dilaporkan hanya dialokasikan Rp 20 triliun (US$1,32 miliar) untuk anggaran tahun 2025 dari keseluruhan anggaran pertahanan sebesar Rp 155 triliun (US$10,2 miliar). Dengan keterbatasan dana ini, mempertahankan armada yang beragam dapat memberikan tekanan yang signifikan sumber daya keuanganberpotensi berdampak pada pemeliharaan dan kesiapan operasional.

Tantangan lain yang mungkin terjadi adalah komitmen perusahaan asing terhadap transfer teknologi. Pengalaman masa lalu, seperti proyek kapal fregat kelas SIGMA pada tahun 2012, menjadi peringatan, menyoroti potensi risiko dan perlunya perencanaan dan pengelolaan yang cermat terhadap perjanjian tersebut. Berdasarkan perjanjian dengan Galangan Kapal Angkatan Laut Damen, angkatan laut akan memperoleh dua kapal dari pembuat kapal, dengan rencana untuk produksi dalam negeri lebih lanjut. Namun, galangan kapal diakhiri secara sepihak kontrak dan bermitra dengan Vietnam untuk membangun galangan kapal di Song Cam, Vietnam. Hal ini menyoroti perlunya mengevaluasi secara hati-hati komitmen setiap perusahaan dalam memberikan manfaat nyata bagi industri angkatan laut Indonesia, khususnya dalam transfer teknologi dan peningkatan kapasitas.

Prospek Modernisasi Angkatan Laut Indonesia

Prospek modernisasi angkatan laut Indonesia tetap positif seiring dengan mengambil alih jabatan Presiden Prabowo Subianto, mengingat pendekatan kebijakan luar negerinya yang proaktif dan komitmen kuat terhadap modernisasi pertahanan. Namun, untuk memitigasi risiko dan mengatasi tantangan, program modernisasi harus dikelola secara hati-hati, dengan memasukkan masukan dari pemangku kepentingan yang lebih luas, termasuk analis dan akademisi militer, dan memastikan akuntabilitas dan transparansi yang lebih besar dalam proses pengadaan.

Tentang Penulis

Alfin Febrian Basundoro adalah mahasiswa Magister Kajian Strategis (Lanjutan) di Australian National University. Fokus penelitiannya mencakup kebijakan luar negeri dan strategis Indonesia, modernisasi pertahanan, serta pertahanan dan keamanan Asia Tenggara. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai staf ahli pada Mekanisme Dialog dan Kerja Sama Tingkat Tinggi Indonesia-Tiongkok, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia.

Sumber

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here